Arwen

agatha d christie
Chapter #5

The Story Begin

Aku kira ia adalah gadis yang lugu dan polos. Gadis dengan kelakukan anggun, penurut dan lemah lembut. Tapi yang aku lihat di depanku adalah gadis yang kosong. ia seperti memiliki lubang dalam dirinya, lubang yang mungkin ada hubungannya dengan tugasku untuk menjaganya. 

Ia duduk di pinggiran atap rumah, menyalakan rokok dan berdiam. Hanya berdiam. Aku tahu apa itu rokok, yang aku tidak tahu adalah alasan manusia merokok.

Aku menghampirinya, mengambil tempat di sebelahnya, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ia rasakan, lebih baik lagi jika ia tahu cerita kenapa tugas menyebalkan ini jatuh padaku. Apa yang membuat hidupnya penuh dengan bahaya? Apa urusan tua bangka maaf, papanya dengan mahluk bayangan? Kenapa mereka sebagai manusia biasa bisa berurusan dengan hal yang tidak wajar seperti ini?

Gadis pintar. Ia sadar dengan baik bahwa aku sedang mengumpulkan informasi tentang dirinya. ia meghindariku. Pergi. Hingga aku dengar teriakan dari si tua bangka itu.

***

Aku membawanya terbang. Ya. aku tidak peduli nantinya gadis itu akan mencercaku dengan pertanyaan-pertanyaan kenapa aku punya sayap atau bahkan pingsan karena melihat mahluk aneh seperti aku. Aku tidak peduli!!

Yang aku lihat saat itu adalah beberapa mahluk bayangan yang menghampiri gadis ini setelah mereka mengahkiri hidup pak tua itu. Ia mati mengenaskan. 

Dibunuh oleh mahluk bayangan bukan sebuah kematian yang cepat dan menyenangkan. Kau akan merasakan bahwa dirimu dikoyak dari dalam. Semua organ tubuhmu memberontak ingin keluar. Darah di setiap pembuluhmu akan mendidih hingga ahkirnya kau tak mampu menahan itu dan kemudian mati menjadi serpihan kertas yang tidak berguna. Kertas yang terbakar.

Ia tidak bergeming di rengkuhan lenganku. aku masih membawanya terbang. Aku sendiri tidak tahu akan membawanya kemana, yang terbersit haruslah tempat yang aman dan hangat. Karena demi apapun kulitnya sudah sedingin es, dan mungkin akan segera membiru. Aku tidak mendengar suaranya sama sekali. Yang membuatku yakin bahwa ia masih sadar adalah isakannya. Isakannya masih sangat jelas terdengar. 

Aku memang batu. Aku tahu bahwa aku sangat tidak menyukai tugas ini. Ini pekerjaan yang menurutku hanya untuk penjaga manusia yang itdak becus untuk bertarung. Tapi melihat gadis ini begitu rapuh, aku bersimpati padanya. Tidak pernah menyalahkan bahwa seseorang yang kehilangan oranag yang sangat berharga akan hancur, begitupun dia. 

"Arwen" mencoba untuk melihat ke dalam matanya. Kesedihan. Hanya itu yang terlihat. Ia menggigil entah karena kedinginan atau karena ia baru saja melihat papa nya meninggal. Aku tidak bisa membedakan. Aku coba untuk menelusuri gedung tua ini, mencari sesuatu untuk menghangatkan diri, tidak... untuk menghangatkan gadis itu lebih tepatnya. 

Kain, selempang tidak berguna, sofa reot, debu.. ahh sampah semuanya. Aku kembali dan melihat Arwen masih terdiam, tatapannya nanar, dan tangannya gemetaran. 

Lihat selengkapnya