AS NIGHT FALL BY

Arisyifa Siregar
Chapter #2

2. Bagaimana bisa tak jatuh cinta

2012, Kelas Tiga SMP.


Kau tanya mengapa aku jatuh cinta padamu, jawabanku hanya satu. Bagaimana bisa aku tak jatuh cinta.

Tulis Duna di bawah gambarnya. Ia menutup buku sketsa yang penuh dengan lukisan Tria dan potongan-potongan adegan setiap kali mereka bertemu. Memasukkannya ke dalam laci dan menguncinya di sana.

Sambil memasukkan kuncinya ke dalam saku celana jeans selututnya, ia beranjak keluar kamar. Hatinya terasa lebih ringan setiap kali selesai menggambar Tria di bukunya.

Cinta dalam diam membuatnya tak punya tempat untuk bercerita, jadi buku sketsanya lebih mirip seperti diary. Tempat ia mencurahkan pikiran dan mengenang hal yang terjadi. Meringankan perasaannya untuk berbagi kisah yang ia alami. Saat dia ke sekolah atau pergi meninggalkan rumah untuk waktu yang agak lama, buku itu akan selalu ia bawa di tasnya. Menghindari resiko, kalau-kalau ibu atau ayahnya memeriksa kamarnya.

Senyum merekah di bibirnya. Hari ini mood-nya cukup bagus karena ayahnya tak ada di rumah dan akan begitu sampai beberapa hari ke depan. Ia menyeberangi jalanan blok rumahnya dan menuju rumah Tami. Sore ini mereka ada janji nonton film romantis di kamar Tami. Salah satu rutinitas yang entah mulai kapan menjadi seperti keharusan.

Setibanya di depan pintu rumah Tami, ponsel Duna berbunyi. Tangannya yang sedang berada di gagang pintu langsung turun dan buru-buru mengangkat telepon dari Tami.

“Gue lagi di minimarket!” ujar Tami. “Lu masuk aja langsung ke kamar, tolong charge laptop nya dulu!”

“Oh, oke!” sahut Duna, tak pernah menolak permintaan Tami. Ia menutup panggilan dan memasukkan ponselnya ke saku belakang celana dan memandang pintu rumah di hadapannya, mulai berpikir dengan ujung jari telunjuk bergerak bolak-balik di permukaan bibir.

Ini hari Sabtu sore, berdasarkan pengalamannya, kemungkinan besar rumah ini kosong. Meski sebenarnya, siapapun yang ada di dalam tak jadi masalah, karena hanya satu orang yang ia cemaskan ada di dalam sana. Tria, Duna tahu dirinya tak sanggup akan sanggup jika harus bertemu dengan cowok itu, dalam keadaan tanpa Tami dan tanpa ada siapa-siapa di rumah ini.

Ia terus berpikir, tanpa sadar mulai menguliti bagian bibirnya yang kering. Ia menimbang masak-masak, haruskah langsung masuk seperti permintaan Tami atau menunggu lebih baik menunggu di depan pintu seperti sekarang, toh Tami pasti akan segera sampai. Daripada ia harus menanggung resiko serangan jantung kalau benar-benar bertemu dengan Tria di dalam.

Saat bibirnya yang dikelupas terasa perih. Ia menarik nafasnya panjang dan akhirnya memutuskan untuk menunggu di depan pintu saja.

Tapi ada satu hal yang selalu ia bingungkan, satu hal yang ada dalam diri seorang Tami. Temannya ini seperti punya indra keenam, setiap kali Duna tidak mengerjakan permintaannya, dia seperti tahu lewat mata batin.

Dan benar saja, ponsel di saku Duna berbunyi lagi. Ia langsung menggigit bibirnya kencang dan menjawab panggilan Tami dengan alis naik sebelah. Kontan merasa tertekan.

“Nyala gak?” tanya Tami, Duna paham yang dimaksud adalah laptop butut Tami yang sering kali ngadat walaupun sudah diisi ulang dayanya.

 Duna mendengus pelan, ia langsung membuka pintu rumah Tami. “Bentar gue baru masuk,” sahutnya sambil celingukan, melempar pandangannya ke setiap sudut rumah yang bisa ia lihat.

Dalam hati bersyukur ia tak berpapasan dengan Tria ketika membuka pintu, langkah hati-hatinya mulai berubah lebih berani seraya dirinya yakin tak ada siapa-siapa. Ia bergerak cepat ke arah kamar Tami, sambil masih mendengarkan ocehan Tami di telinganya.

“Kalau nggak nyala, lu keluarin dulu baterainya terus lu masukin lagi.” Cerocos Tami.

“Iya.” Sahut Duna patuh, sambil membuka pintu kamar Tami. “HA?” serunya pelan, seketika mematung di ambang pintu kamar Tami.

“Bisa?” tanya Tami lagi, tapi telinga Duna gagal berfungsi, disusul seluruh bagian tubuhnya yang lain.

Dua meter di hadapannya ada Tria yang sedang duduk di meja belajar Tami. Nyengir kuda karena tertangkap basah sedang menggunakan laptop Tami tanpa izin.

Lihat selengkapnya