AS NIGHT FALL BY

Arisyifa Siregar
Chapter #3

3. Alasan untuk tak jatuh cinta

Julian melirik Tria lagi, sahabatnya itu sejak tadi sibuk bersandar sambil termenung. Kaki kanannya dilipat di atas kaki kiri, sementara tangannya memain-mainkan gagang lolipop di mulutnya. Sudah beberapa menit Tria masih di posisi yang sama, matanya menatap kosong permukaan meja di depannya. Terlalu sibuk melamun sampai tak sadar kalau ponsel di sakunya sejak tadi bergetar terus menerus.

“Dan!” panggil Julian dengan panggilan yang sering digunakan oleh teman-teman sekolahnya. Hanya keluarga dan orang-orang sekitar rumahnya yang memanggilnya Tria. Di luar lingkungan itu ia lebih dikenal dengan nama belakangnya, Danie. “Lu gak sadar dari tadi hape lu bunyi terus?” Tegurnya.

“Em.” Dehem Tria. “Sadar.” Sahutnya sambil masih termenung dengan posisi tubuh tak bergerak sejengkal pun.

Dahi Julian berkerut. “Lu….” ucapnya sambil menduga-duga. “Lu putus sama Shanin?”

Tak mengeluarkan suara apa-apa dari mulutnya, Tria hanya menghentakkan kedua alisnya bersamaan. Bersikap acuh tak acuh seperti biasa jika Julian sudah mulai memancing pembicaraannya ke ceramah tentang bagaimana seharusnya ia memperlakukan wanita.

“Lu mah, ampun deh!” Julian mulai mengucapkan kata-kata pembuka dari rentetan keluhannya di beberapa menit kedepan tentang sikap Tria.

“Udah lah!” Tria menurunkan kaki kanannya dan mengeluarkan lollipop dari mulutnya. Dia sedang tak mood mendengar omelan Julian. Pikirannya sedang fokus ke hal lain yang selalu mengganggunya beberapa waktu belakangan.

“Ya tapi!” Julian berhenti bicara dan menghela nafasnya. Ia bergeleng tak habis pikir, lalu menyandarkan punggungnya di kursi. “Sampai kapan lu mau kayak gini?”

Separuh wajah Tria menekuk, ia melirik Julian dengan sinis, tak suka dengan ucapannya barusan. “Emang salah gue sebenernya apa sih?” Ia mulai melawan balik setelah puluhan kali menerima penghakiman dari Julian. “Mereka deketin gue, mau jadi pacar gue, ya gue terima, terus tiba-tiba mereka minta putus, ya gue iyain. Salah gue apa?” Ia mengangkat kedua telapak tangannya menghadap ke udara sambil mengedikkan bahu.

“Ckckckck!” decak Julian. “Lu aja gak hafal nama pacar lu sendiri! Cewek mana yang gak ngamuk kalau pacaran tapi cowoknya gak tau namanya!” Ia gagal untuk tak ceramah hari ini.

“Ya, ya,” Tria tak bisa mendebat. Memang betul setiap cewek di sekolah atau cewek mana pun yang mendekatinya dan bilang menyukainya, memberanikan diri memintanya untuk jadi pacarnya, selalu ia terima. Meski dia tak tahu siapa namanya, kelas berapa, dan bahkan dimana sekolahnya. “Ya mereka mirip semua.” Lontarnya beralasan.

Julian menyeringai kesal. “Lu kayak gini gara-gara gak bisa ngelupain Bu Jessica, kan?” Tunjuknya.

Bibir Tria mengerucut sebal. “Nggak!” sanggahnya setengah berdusta. Memang benar ia belum pernah merasakan perasaan suka lagi seperti yang ia rasakan terhadap guru magang di sekolahnya dua tahun lalu, Jessica. Tapi bukan itu alasannya dia bertindak murah dengan hatinya sendiri ke setiap wanita yang mendekatinya.

“Gue kan cuma ngasih yang mereka butuh, mereka butuh gue jadi pacarnya, ya gue kasih. Mereka butuhnya putus sama gue, ya gue kasih.”

Melempar tatapan mengutuk, Julian tak bisa berkata-kata lagi kalau Tria sudah sampai di titik ucapan yang berputar-putar seperti ini. Karena ia paham itu bukan karena Tria mencari-cari alasan, kalau sudah dikatakan berulang oleh Tria, berarti memang itu alasan sebenarnya. Meski kesal dan tetap tak bisa memahami jalan pikiran sahabatnya, Julian memilih terima alasan yang barusan didengarnya. “Jadi lu tuh emang sukanya sama yang lebih tua kaya Bu Jessica gitu?” Ia memutar pembicaraan ke arah berbeda.

“Apaan sih lu!” keluh Tria sambil menatap jijik, pertanyaan Julian barusan terdengar vulgar di telinganya.

“Otak lu aja ngeres!” Maki Julian sambil melempar kacang yang sedang di makannya ke kepala Tria. “Maksud gue, lu gak tertarik buat beneran cari pacar yang seumuran apa yang lebih muda? Lu sukanya yang lebih tua?”

Alis Tria bertaut, ia menggaruk-garuk lehernya dan menarik merenggangkan hoodie hitamnya dari tengkuk, tak menjawab pertanyaan Julian karena menurutnya tak perlu dijawab.

“Lu sendiri?” Ia malah bertanya balik.

“Lu udah nentuin belom lu sukanya apa? Mau ambil apa?”

Wajah Julian berubah tersipu. Ia menghindari tatapan mata Tria dan menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya di atas paha. “Gue rasa sih gue sukanya yang lebih muda.”

Lihat selengkapnya