AS NIGHT FALL BY

Arisyifa Siregar
Chapter #10

10. Selalu saja ada hujan

Maju mundur di depan pintu selama semenit, bukannya bergerak keluar, Duna malah bolak balik lagi di dalam kamar. Kebingungan apakah berangkat adalah keputusan yang tepat.

Sambil mengatur pikirannya ia melihat bayangan dirinya di kaca, menata rambutnya dan memastikan wajahnya tidak kelihatan pucat. Disapukan lagi pandangannya ke pakaiannya hari ini, ia mengenakan celana jeans pendek dan kaos putih yang dilapisi kemeja kotak-kotak tak dikancing. Berusaha untuk terlihat cuek agar tak dikira mencari perhatian Tria oleh Tami, namun tetap rapi dan meninggalkan kesan.

Makin galau, ia akhirnya duduk di pinggir kasur, mulai menggosok-gosok bibirnya dengan jari telunjuk. Berusaha memahami situasi untuk mengambil keputusan yang tepat.

Ajakan Tami untuk datang ke rumahnya cukup mengejutkan, karena beberapa bulan ini dia sendiri yang sepertinya berusaha agar Duna tak menginjakkan kaki di rumahnya dan bertemu Tria. Walaupun sebenarnya cukup masuk akal karena dia bilang undangannya ke Duna atas permintaan ibunya yang datang lebih cepat di liburan kali ini. Ia juga bilang kalau Duna tidak datang padahal dia juga belum berangkat ke Surabaya, ia takut ibunya mengira dia dan Duna bertengkar, karena pada liburan sebelumnya Tami sudah tak mengajak Duna saat mereka jalan-jalan ke villa. Ia tak ingin diceramahi harus ‘bersikap baik ke teman’ lagi.

Masuk akal, benar-benar masuk akal. Tapi bukan hal yang mudah untuk Duna bertemu dengan Tria sekarang, setelah apa yang terjadi di pertemuan terakhir mereka, setelah sikapnya yang tak sopan dan bisa saja menyinggung Tria, setelah kata-kata impulsif yang dia lontarkan karena kesal saat Tria menyebut dirinya sebagai adik, bukan hal mudah untuk masuk ke rumah itu lagi.

“AAAARGGH!” erangnya sambil menepuk-nepuk pipi.

***


Berusaha untuk tak terlalu kelihatan mengacuhkan Kamila karena bosan dengan sikapnya yang terlalu ramah, Tria meninggalkannya di halaman belakang bersama dengan Tami, Tian juga ibunya.

Jelas cewek itu menurut saja, Tria paham kedatangannya dia ke rumah tiap ada Ibunya pulang memang sepertinya sengaja untuk mengambil hati keluarganya. Dan Kamila seakan tak peduli kalau semua orang menangkap niatnya yang terang-terangan itu. Satu hal yang membuat Tria enggan untuk benar-benar menjalin hubungan dengan cewek itu.

Satu tahun terakhir ia sebenarnya makin berusaha menjaga jarak dengan Kamila, semua dimulai karena ia merasa ada keganjilan dari tingkah cewek-cewek di sekitarnya, yang kemudian ia tahu kebanyakan dari mereka diancam Kamila untuk tak mendekatinya untuk alasan apapun.

Tria pernah hampir memarahinya, namun sadar berita itu sulit untuk dibuktikan kebenarannya, Jadi ia memilih diam, ketimbang asal tuduh.

Kalau saja bukan permintaan ibunya yang sudah merasa Kamila seperti teman dekat Tria, ia tak akan mengundang Kamila untuk datang hari ini. Ia tak punya energi untuk menanggapi tingkah Kamila yang makin hari makin membuatnya kehabisan kata-kata.


Ia mendengar suara pintu rumahnya dibuka, sadar sepertinya ada orang yang masuk. Tapi dia enggan untuk menengok, ia fokus ke sosis dan frozen food lain di hadapannya. Mood-nya sedang tidak asik.

Tapi beberapa saat kemudian ia merasa ada orang yang berdiri dan menatap. Sambil membuka bungkusan sosis, akhirnya Tria menengok. Mendapati Duna yang berdiri terdiam di ambang pintu dapur dan menatapnya takut-takut. Lumayan kaget karena sudah berbulan-bulan ia tak pernah melihat Duna datang kesini, padahal rumahnya hanya di seberang jalan.

Bergerak ragu-ragu, Duna awalnya ingin langsung ke ke pintu belakang karena tahu semua orang berkumpul di halaman belakang, tapi ia merasa perlu meminta maaf atas ucapan dan tindakan kurang sopannya ke Tria terakhir kali. Dan jelas itu tindakan yang lebih mudah dipikirkan ketimbang dilakukan, karena itu sekarang kakinya terasa kaku untuk melangkah maju mendekati Tria atau ke arah pintu belakang.

Tapi Tria yang sempat kelihatan kaget tadi, sekarang malah menunjukkan tak ambil pusing akan keberadaannya, tentu saja, Duna yakin bagi Tria dia bukan seseorang yang keberadaannya berdampak. Cowok ini bahkan tak menyambut atau menyapa kedatangannya, padahal bagaimanapun juga dia orang asing, bukan anggota keluarga. Tapi sikap acuh tak acuh Tria menunjukkan seperti dirinya adalah bagian dari rumah ini.

Melihat sikap cuek Tria, Duna akhirnya memutuskan untuk tak meminta maaf. Ia hendak bergerak ke arah pintu belakang saat melihat Tria mengguyur saus barbekyu ke atas sosis dan ayam. “Jangan begitu!” ujarnya reflek, menjulurkan telapak tangannya yang terbuka.

Tria menengok. “Kenapa?” tanyanya bingung.

Menggigit bibirnya penuh sesal karena tak bisa mengendalikan mulutnya, Duna akhirnya mendekat kikuk ke Tria, berdiri di sebelahnya sambil mengambil kuas plastik dan mengambil saus barbekyu di tangan Tria. “Di olesin gini,” ucapnya takut-takut. “Bukan diguyur.”

Lihat selengkapnya