AS NIGHT FALL BY

Arisyifa Siregar
Chapter #14

14. Mulai tak terkendali

Hari sudah gelap saat Duna turun dari motor Niko di depan komplek rumahnya. Ia melepas helm dan menyerahkannya ke Niko yang senyam-senyum sumringah. Merasa bangga bisa pamer ke teman-temannya akhirnya dia bisa bawa cewek ke tempat tongkrongan mereka. Selama ini ia hanya bisa menerima cemooh dari yang lain karena menjadi satu-satunya yang tak pernah bisa bawa perempuan. Meskipun disana Duna hanya diam saja memainkan ponselnya, tidak menjawab pertanyaan apalagi ngobrol dengan teman-temannya, Niko sudah teramat senang.

Thanks ya,” ucap Duna sambil merapikan rambutnya. “Cuma sorry mungkin ini pertama dan terakhir kalinya, gue harap lu gak dateng ke sekolah gue tanpa izin lagi.”

Alis Niko bertaut, tak menyangka akan mendengar ucapan ini dari Duna setelah kebersamaan mereka sepanjang sore. Ia menarik pergelangan tangan Duna dan menahannya untuk pergi. Matanya menyala. “Terus kenapa hari ini lu minta pergi sama gue? Bukannya lu suka sama gue?”

“Ha?” Duna terperangah, dia bahkan tidak berpikir kalau Niko mendekatinya karena benar-benar suka dengannya. “Gue nggak su..” Ucapannya terhenti karena Niko menghentak lengannya kencang. Cowok ini turun dari motor dan menatapnya tajam.

Duna berusaha melepas genggaman tangan Niko dengan memelintir tangannya ke kanan dan kiri tapi genggamannya terlalu kuat sampai tangannya merah dan terasa sakit. “Lepasin, Nik!” Duna mengerang sakit.

“Nggak!” tolak Niko, “Lu harus jelasin dulu kenapa lu mau nge-date sama gue hari ini kalau lu gak suka sama gue!”

“Ha? Nge-date?” Duna semakin tak paham dengan jalan pikiran cowok ini. Ia terus berusaha melepas tangannya namun Niko malah menggenggam lebih erat. “Nik, lepas, Nik!” Duna memohon, tangannya benar-benar kesakitan.

Menarik tangan Duna dalam satu hentakkan keras sampai Duna melesat maju dan mendarat tepat di depan badannya. Niko mengangkat tangannya yang lain untuk mencengkeram bahu Duna sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Duna.

Seketika Duna menghindar ketakutan, ia ingin berteriak minta tolong tapi takut akan respon orang tuanya nanti. Sementara Niko terus mencengkramnya dan berusaha untuk mencium wajahnya. “Lepasin!” pekik Duna.

Dari kejauhan Tria yang sedang menyeberang jalan komplek dan hendak masuk ke halaman rumahnya menegaskan pandangan. Rahangnya mengeras seraya kakinya berlari kencang mendekati Duna yang merintih kesakitan. Ia mendorong tubuh Niko kencang sampai terpental ke samping dan hampir tersungkur di aspal.

“Bocah sialan!” umpatnya lalu menghadiahkan satu tinju keras ke wajah Niko.

Teriak sambil menutup mulut dengan kedua tangannya, Duna terkejut dengan apa yang ia lihat di depan matanya. Tria kini mencengkram kerah baju seragam Niko dan menatapnya dengan penuh amarah. “Mending lu pergi sekarang, jangan pernah nemuin dia lagi, atau gue abisin lu!” Ia menghentak cengkramannya.

“I-iya bang!” sahut Niko ketakutan, langsung bergerak mundur dan menaiki motornya buru-buru. Tanpa memakai helmnya ia langsung menyalakan motor dan tancap gas menjauh.

Tria menengok ke Duna yang berdiri gemetaran, terlihat matanya merah dan berair, dahinya berkeringat, bibirnya pucat. Ia mendekat dan langsung menggenggam tangan Duna. “Ayo!” ucapnya sambil menarik Duna berjalan di belakangnya.

Memandang punggung Tria terlihat dingin, Duna diam seribu bahasa dan mengikuti langkah-langkah panjang Tria yang ternyata menyeret Duna masuk ke rumahnya. Ia menghempas pintu dengan keras hingga menimbulkan bunyi kencang dan membuat Tami yang baru keluar kamar mandi membelalak kaget. Membeku di tempat sambil melihat Tria menyeret Duna ke ruang tamu dan mendudukkannya di sofa.

Lihat selengkapnya