Wajahnya basah kuyup, Tria kira adegan seperti ini hanya ada di drama-drama, tak disangka ia malah mengalaminya sendiri. Seluruh pengunjung restoran melihat miris ke arahnya, ia sendiri tak terlalu peduli, sibuk membasuh mukanya dengan tisu yang tersedia di atas meja.
Di hadapannya Kamila menangis tersedu. Tak pernah membayangkan akan menjadi wanita pertama yang diajak berpacaran sekaligus diputuskan lebih dulu oleh Tria.
Ia tahu Tria tak pernah mencintainya, sejak awal semua hal yang dilakukan agar Tria mau mengajaknya berpacaran juga bagian dari siasatnya. Ia mampu membuat Tria mengasihaninya lalu tak tega untuk membiarkannya terus mengejar-ngejar Tria tanpa malu. Ia kira, ia sudah jadi pemenangnya, ia bahkan menahan rasa kesepian, kedinginan dan kehampaan dari hubungan mereka yang sudah berjalan tiga tahun ini.
Tak disangka tiba-tiba Tria bilang ia akan memutuskan hubungan, alasannya, karena sudah tidak mengasihaninya lagi. Terang-terangan ia ucapkan hal itu dengan wajah datar, seberapa pun Kamila mencintainya, jelas ia sangat emosi sampai menyiram wajah Tria dengan air yang ada di gelasnya.
“Aku harap kamu kena karmanya! Aku harap kamu ngerasain gimana sakitnya diperlakukan kayak gini!” kutuknya lalu meninggalkan Tria.
Di pojok ruangan Julian tercengang, ia tahu Tria laki-laki brengsek tapi ia tak berfikir sampai begitu brengseknya. Dia adalah saksi mata bagaimana, Kamila benar-benar tahunan mengejar Tria. Juga sempat mengira Tria benar-benar mencintai Kamila karena hubungan mereka bahkan sampai tiga tahun lamanya. Tak menyangka kalau Tria tetaplah Tria. Luarnya hangat, dalamnya sedingin kutub selatan.
“Ayo balik!” Tria menghampirinya, masih dengan ekspresi wajah datar dan sibuk membasuh lehernya.
Sambil bergeleng Julian bangkit dari kursinya. “Udah gila emang lu.” Umpatnya sambil berjalan di samping Tria, “Kenapa juga lu ngelakuin adegan kayak tadi di restoran gue. Gak ada tempat lain apa!” Keluhnya.
“Ch!” Tria menyunggingkan sebelah mulutnya. “Gue kira lu mau protes gue mutusin Kamila.” Ucapnya tanpa rasa bersalah sambil masuk ke dalam mobil.
Julian duduk di kursi penumpang sampingnya. “Gue mau protes kayak apa juga udah kejadian, cuma, gue nanya, kenapa tiba-tiba?”
Menyalakan mesin mobilnya dan mulai mengeluarkan mobil dari parkiran Tria menggeleng. “Nggak tiba-tiba, lu kan kenal gue, ya emang begini gue.”
Menghindari pertanyaan dengan cara klasiknya, Julian bergeleng, percuma dia tanyakan lagi, Tria pasti akan menjawab dengan jawaban yang sama lagi karena begitulah pemikirannya. Ia melirik wajah Tria yang nampak tak seperti orang lega telah dilepas kekangannya. Alisnya naik sebelah, sudah diperhatikan hampir dua bulan ke belakang sikap Tria memang lebih suram dari biasanya.
“Lu, masih mikirin Duna ya?” tebaknya.
Tria tak menjawab. Julian pun mendenguskan hembusan nafas. Ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Tria dan Duna. Ia lumayan kaget karena setelah hampir delapan tahun berlalu Tria masih ada rasa dengan Duna. Tapi jelas tingkahnya akhir-akhir ini berubah sejak ia bilang ia bertemu dengan Duna.
Julian juga merasa keputusannya untuk memutuskan hubungan dengan Kamila juga karena alasan yang sama. Sambil memandang ke luar jendela Julian yang masih penasaran coba mengubah pertanyaannya.
“Dan, kalau punya kesempatan kedua sama Duna, apa yang bakal lu lakuin?”
Tria hanya diam.
Tak berharap apapun jawaban dari Tria atas pertanyaan isengnya. Julian tak ambil pusing. Meskipun ia benar-benar penasaran, tapi ia tahu, seorang Tria tak akan pernah berubah. Ia tak akan pernah benar-benar memberi hatinya pada wanita.
“Gak akan gue lepasin.” Sahut Tria tiba-tiba.