Salah kira, karena kelembutan sikap dan pengertiannya yang luar biasa selama diskusi dan proses pernikahan, membuat Duna lupa kalau dia tengah berurusan dengan siapa.
Pria yang menikah dengannya adalah Tria, ya Tria yang selama ini pandai mendapatkan hati wanita tanpa banyak berusaha, seorang pro player yang banyak pengalamannya di kancah hubungan antara pria dan wanita
Duna kira dengan adanya sofa di dalam kamar dan Tria yang mengatakan bahwa ia membeli sofa agar mereka tak perlu tidur seranjang, adalah Tria bermaksud menjaga jarak dengannya dan secara sukarela tidur di sofa, membiarkan Duna tidur di ranjang. Tapi salah total, Duna baru sadar ini awal dari banyaknya permainan Tria.
“Kita bikin taruhan siapa yang tidur duluan, dia harus tidur di sofa.” Ucap Tria.
Seketika alis Duna naik sebelah, mengesah tak habis pikir dengan tingkah Tria yang ternyata mungkin memang seperti yang selama ini Tami ceritakan padanya, seperti anak kecil.
“Nggak usah, aku tidur di sofa aja.” Tolak Duna dengan berlapang dada.
“Nggak bisa,” bantah Tria. “Emang kamu pikir aku cowok apaan bikin cewek tidur di sofa.”
Muka Duna mulai masam, “Ya berarti aku aja yang tidur di kasur.” Ia bergerak ke arah tempat tidur.
“Oh gak bisa!” Hadang Tria, “Aku gak bisa tidur kalau gak di kasur.”
“Terus?” Duna mulai kesal.
Menyunggingkan senyum manisnya, Tria mengerlingkan mata ke arah sofa. “Kita berdua duduk di sofa, siapa yang ketiduran duluan berarti tidur di sofa.”
Tahu kalau semua ini hanya akal-akalan permainan Tria saja, tapi Duna tak paham apa tujuan sebenarnya Tria memperumit keadaan seperti ini. Tak juga punya pilihan lain selain mengikuti arus, Duna akhirnya duduk di pojok sofa sambil melipat tangannya di depan perut dan berusaha agar wajahnya tidak kelihatan cemberut.
Tria menyunggingkan senyum sebelah, duduk di tengah sofa dan membuat dirinya hanya berjarak dua jengkal dengan Duna. Lalu menyalakan TV sambil menyilangkan kaki dan menyandarkan punggung. “Kita nonton film.” Katanya.
Memicing mata curiga, Duna mulai bisa menerka kemana arah pikiran Tria. Sepertinya ia mau menimbulkan suasana romantis agar terbangun kemesraan di antara mereka berdua.
Bagaimanapun juga mereka pasangan menikah yang hanya berdua di dalam kamar. Meski tidak terlalu paham tentang pikiran pria, Duna setidaknya bisa menduga kemana niatan mereka dalam situasi seperti ini.
Tekadnya sudah bulat, ia hanya memanfaatkan Tria karena pria ini yang juga memaksa untuk membantunya. Memaksakan? Tiba-tiba ia berpikir ulang apakah Tria memaksa, lalu bergeleng berusaha tak memikirkannya. Toh mereka punya kesepakatan dan saling menguntungkan. Duna juga masih tak percaya dengan perasaan Tria terhadapnya, meyakini kalau itu pasti hanya rasa kasihan semata. Karena itu ia tidak ingin membiarkan dirinya terbawa suasana dan terlena, kalau bisa ia harus menyelesaikan pernikahan ini secepatnya.
Sementara Duna sibuk dengan pikirannya, Tria sibuk memilih film di aplikasi streaming di TVnya, ia tak tahu apa-apa tentang selera Duna. Ia juga tak mau kelihatan murahan kalau tiba-tiba menyetel film romantis yang ada potensi adegan intimnya. Sambil pura-pura tenang, ia terus menggeser judul demi judul film yang tampil di layar. Akhirnya berhenti di film John Wick.