AS NIGHT FALL BY

Arisyifa Siregar
Chapter #31

31. Kehadiran yang nyata

Malik berjalan mendekat, sejak salon tutup dan selesai bersih-bersih, Duna duduk terdiam di depan cermin. Awalnya ia mengabaikan, tapi sekarang sudah hampir setengah jam temannya itu terdiam seperti itu. Dan sudah waktunya Malik pulang, tapi dia tak sampai hati meninggalkan Duna sendirian dalam keadaan begitu.

“Duna, lu baik-baik aja, kan?” Ia berdiri di belakangnya.

“Lik,” ucap Duna, sambil masih terus memandangi bayangan dirinya di cermin.

“Em? Kenapa?” Malik menarik kursi lain, dan duduk di sebelah Duna.

Duna menengok, tatapannya teduh namun bersinar. “Udah beberapa hari gue bisa tidur tanpa minum obat,” ungkapnya.

“Ha? Lu minum obat tidur?” Malik terkejut.

Tak menjawab pertanyaan Malik, Duna malah kembali menatap cermin. Sekarang Malik baru menyadari, Duna bukan sedang memandang dirinya sendiri di sana, dia menatap cermin seolah sedang menatap orang lain.

Dan Malik benar, sebenarnya alasan sejak tadi Duna terus memandang dirinya di cermin adalah karena dia sedang berusaha mencari sebuah jawaban.

Sejak malam itu, malam yang tak terduga itu, dia tahu kalau Tria benar-benar mencintainya. Rasa bahagia, malu, dan cemas campur aduk di dalam dirinya.

Ia mulai berpikir, sebenarnya sejak kapan Tria mulai menyukainya, atas alasan apa Tria menyukainya, dan mengapa, pria itu sampai merelakan masa depan dan hidupnya untuk wanita yang banyak luka dan penuh kekurangan seperti dirinya. Ia menatap cermin untuk mendapatkan jawaban itu.

Apakah di mata Tria, dia masih Duna yang penuh dengan kepolosan dan tertangkap basah cinta bertepuk sebelah tangan? Apa yang dilihat Tria dari sosok Duna yang sekarang yang penampilan yang sama sekali tak menarik seperti saat ini?

“Ada hal bagus yang terjadi ya?” tebak Malik. Bisa melihat sorot mata Duna akhir-akhir ini lebih hidup dan cerah daripada sebelumnya.

“Em.” Angguk Duna.

Beberapa hari ini, Tria selalu pulang tepat waktu. Membawakan makan malam dan cemilan untuk Duna, kemudian mereka mulai menonton TV sambil berpegangan tangan. Sesekali Tria menceritakan tentang hari yang sudah ia lewati, lalu bertanya bagaimana hari Duna. Mereka pun tidur bersebelahan di atas kasur. Tanpa melakukan apapun, hanya berpegangan tangan. Ah tidak, Tria selalu mengecup dahinya sebelum tidur.

Dan anehnya, sekarang Duna seperti tak perlu lagi obat tidur. Ia bisa terlelap, selama ada wangi tubuh Tria di sampingnya, selama ada tangan hangat Tria yang menggenggamnya, ia bisa memejamkan mata tanpa bermimpi buruk.

“Penampilan gue ini,” Duna bergumam sambil memegang rambut pendeknya yang sudah tak beraturan potongannya, bob berantakan yang bagian ujungnya ada yang menekuk keluar dan ke dalam. Menggantung dua sentimeter di atas bahu. “Bisa diubah jadi lebih cantik lagi gak sih?”

Malik tersenyum, ia sudah menduga kalau hubungan Duna dan Tria akan membaik setelah ia memberikan saran hari itu. Tapi tak menyangka akan secepat ini. Dilihat dari cara Duna ingin memperbaiki penampilannya, kemungkinan besar ia sudah membuka dirinya, membuka hatinya untuk dilihat Tria secara terang-terangan.

“Gimana kalo di extension? Terus di ombre pink di ujungnya.” Malik menunjuk rambut Duna.

Duna menengok dengan penuh semangat, “Bisa?”

“Bisa.” Angguk Malik. “Nanti gue minta tolong Mba Ratih.” Ia menyebut salah satu hairstylist terbaik di salon ini.

***

Keesokan harinya…

Lihat selengkapnya