Pukul satu dini hari.
Nasa kembali mengulurkan tangan guna memeriksa suhu tubuh Leo. Tidak hanya dengan itu, gadis itu kembali mengukur suhu tubuh Leo dengan thermometer yang ditemuinya di laci nakas kamar Leo agar lebih akurat.
Masih di angka 39.
Nasa pun memutuskan untuk kembali mengganti kompres di kening Leo. Gadis itu juga memeriksa tanda vital seperti denyut nadi dan detak jantungnya lagi. Beruntungnya, Nasa menemukan stetoskopnya berada di kamar Leo hingga gadis itu dapat memakainya untuk memeriksa pasien barunya ini.
"HHhh..."
Leo tampak mendesah dan bergumam. Suhu tubuh yang masih tinggi itu pasti membuatnya gelisah dalam tidur. Sejak tadi seperti ini. Walau sudah minum obat tadi, demamnya belum juga turun. Karena itu, Nasa belum bisa kembali ke kamarnya sendiri. Dilihat dari hasil pemeriksaannya, Leo ini kekurangan cairan dan juga dalam kondisi tubuh yang kurang fit. Leo juga beberapa kali batuk-batuk.
Setelah mengganti kompresnya, Nasa kemudian bangkit dari duduknya. Gadis itu pergi menuju dapur saat merasa air di baskom sudah mulai mendingin. Melihat kembali pada kompor yang dan menyalakannya lagi. Tadi dia juga melakukan ini sebelumnya. Dengan sangat berhati-hati karena sejujurnya Nasa itu alergi sekali dengan kompor. Dia cuman tau makan saja, tidak tahu bagaimana caranya memasak.
Leo juga aneh sekali. Seorang chef dengan restoran terkenal tapi bahkan di rumahnya tidak ada dispenser untuk air hangat. Nasa jadi terpaksa merebus air dulu untuk laki-laki itu.
Selepas selesai dengan kegiatannya, Nasa kembali lagi ke kamar Leo. Langsung mengganti kompresnya yang ia letakan di dahi, ketiak dan kaki.
"Dahh..."
"Hm?" Nasa mencoba mendengarkan seksama gumaman Leo itu. Mendekatkan telinganya pada bibir Leo agar mendengar gumaman itu lebih jelas.
"Bundahh..."
Nasa geleng kepala. Dibalik tubuh besar dari laki-laki ini Leo ternyata hanya seorang anak laki-laki yang sedang sakit memanggil Bunda. Nasa sering temukan itu pada pasien-pasiennya. Bahkan pernah ada seorang pasien yang sudah kepala 3 tidak mau disuntik kalau tidak memegang tangan ibunya.
Memang benar ya, sebesar apapun seseorang, dia akan tetap menjadi anak-anak bagi ibunya.
"Ndah... pusing." Leo bergumam lagi. Kali ini memegang tangan Nasa yang sedang membenarkan kompresan di ketiaknya. Leo juga tampak menggeliat tidak nyaman dengan yang sedang Nasa lakukan.
"Pusing, Ndah..." Leo menggenggam telapak Nasa. Menaruhnya di atas dadanya masih dengan matanya yang terpejam.
Nasa menghela napasnya. Dicobanya melepaskan tangannya dari Leo tapi genggaman laki-laki itu cukup erat hingga Nasa kesulitan. Nasa pun akhirnya pasrah. Membiarkan tangannya digenggam Leo dengan sebelah tangan lainnya yang kini membenarkan posisi kompresannya.
Dia memiliki pasien yang cukup manja hari ini.
*__*
Nasa terbangun dari tidurnya saat mendengar bel berbunyi. Gadis itu meneggakkan tubuhnya yang tidak nyaman karena tidur sembari terduduk bersandar pada kepala ranjang. Nasa membuka matanya memandang sekeliling kemudian menyadari bahwa gadis itu sedang berada di kamar orang lain saat ini.
Pandangan Nasa kemudian beralih pada Leo yang masih tampak nyenyak dalam tidurnya. Nasa mengelurkan lengan, menyentuh kening Leo dan menghela napas lega saat merasa suhu tubuhnya sudah menurun. Tidak lupa juga Nasa mengambil thermometer untuk memeriksanya kembali.
Masih belum normal. Tapi setidaknya sudah tidak sepanas tadi malam.
Ding dong...
Suara bel kembali terdegar. Mengambil kompres yang ada di tubuh Leo, Nasa pun beranjak menuju pintu apartemen laki-laki itu. Membukanya dan menemukan seseorang menatapnya di seberang sana dengan terkejut bingung.
"Nasa?"