As Sweet As Nasa

KillMill
Chapter #9

SEMBILAN


 Di kamar Sana yang luas itu, yang terdapat connecting door yang menghubungkan dengan kamar Nasa yang tidak kalah luasnya, Nasa memutar kedua bola matanya saat mendengar cerocosan dari saudara kembarnya yang kalau bicara memang suka sekali tanpa jeda. Bahkan tidak mengijinkan Nasa membantah atas tuduhan-tuduhan tidak masuk akalnya.

"Lo kalau emang bener pacaran sama Kak Leo ya jelas gue dukung banget, Nas. Tapi nggak gini juga caranya. Waktu gue baru punya perasaan secuil sama Mas Bhumi aja gue cerita sama lo. Lah ini? Kalian tidur bareng loh, Nas! Satu kamar! Bisa-bisanya lo nggak bilang apa-apa sama gue!"

Sana nyerocos lagi. Jelas Nasa cukup terganggu dengan tuduhan tidur bareng yang Sana tuduhkan padanya itu. Seakan ada konotasi lain dari dua kata itu.

"Lo udah segitu jatuh cintanya sama Kak Leo ya, Nas? Gue tau banget lo nggak pernah begini sebelumnya. Jadi jaman SD sampai kita gede begini, lo tuh nggak pernah punya pacar, Nas. Dideketin cowok aja lo ilfeel. Apa ini alasannya lo nginep di apartemen Keanu terus dan nggak pulang-pulang ke rumah?"

Melihat Sana yang akan melanjutkan lagi cerocosannya, Nasa memilih diam saja. Membiarkan Sana menyelesaikan segala hal yang mau dikeluarkannya dari bibir merah mengkilap itu sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Biasanya kalau Sana sudah selesai, dia akan berhenti sendiri.

Seperti saat ini. Setelah beberapa lagi paragraph kata yang dikeluarkannya, akhirnya Sana berhenti juga.

"Pertama ..." Nasa pun mengambil alih. "Seperti kata lo, gue nggak pernah pacaran. Sampai sekarang pun gue nggak punya pacar."

Sana siap berucap lagi tetapi Nasa lebih dulu mengangkat tangannya menutup mulut saudara kembarnya itu.

"Kedua," lanjut Nasa. "Gue akuin semalam gue tidur di apartemen Leo. Tepatnya ketiduran. Dia lagi sakit dan sendirian di sana. Demamnya tinggi. Udah tengah malem dan gue nggak tega untuk tinggalin dia sendirian. Lo paham kembaran lo ini dokter kan, San?"

"Itu bukan alasan, Nasa. Lo bisa hubungin keluarganya, lo bisa hubungi gue."

"Yang pertama kali dokter lakukan saat melihat pasien adalah melakukan pertolongan pertama, baru hubungi keluarga. Itu yang gue lakukan," kilah Nasa. "Sayangnya, gue emang nggak sempet hubungi keluarganya karena demi Tuhan! Di apartemennya nggak ada dispenser dan gue harus masak air panas untuk kompres dia! Lo tau separah apa gue di depan kompor kan, San?"

"Tapi nggak kebakaran kan, Nas?" Sana menatap Nasa khawatir.

Nasa tersenyum bangga dan menggeleng. "Gue berhasil. Walau membutuhkan waktu lama."

Terlihat Sana menghela napas leganya.

"Karena lo tau sendiri gue nggak bisa nyerah gitu aja apalagi cuman untuk nyalain kompor. Akhirnya gue berhasil nyalain kompor. Gue periksa kondisinya dulu, kasih pertolongan pertama. Dan saat mau telepon keluarganya ... gue lupa."

"Lupa? Apa-apaan itu?!"

"Gue beneran lupa. Itu udah malem banget. Tengah malem. Gue habis zumba dan gue capek banget mau langsung tidur. Akhirnya selesai pertolongan pertama dan Leo udah tidur nyenyak, gue ikut tidur."

"Ck!" Sana berdecak. "Nggak mungkin banget."

Nasa mengangguk. "Emang nggak mungkin. Gue tidur lima menit bangun karena Leo gelisah. Dia ngigau. Terus ya, gue lupa lagi untuk menghubungi keluarganya karena gue sibuk rawat dia."

"Nggak mungkin banget, Nas. Lo nggak mungkin lupa kecuali lo merasa bahwa menghubungi keluarganya nggak terlalu diperlukan karena lo bisa melakukannya sendiri, karena dia bukan orang asing dan lo bersedia ngerawat dia. Bukan cuman karena dia pasien tapi karena lo dan dia udah punya kedekatan emosional, Nas."

Nasa menghela napasnya. Namun rasanya kali ini dia sulit membantah. Kalau dipikir-pikir, benar juga. Nasa semalam sama sekali tidak ingat untuk menghubungi keluarga Leo karena dia bersedia merawatnya sendirian.

Tapi ... Nasa tau mengapa dia melakukannya demikian.

"Itu karena dia baik."

"Baik?" Sana terperangah.

"Dia suka buatin gue makanan. Gratis. Setiap pulang kerja dan gue kelaparan, dia buatin gue makanan enak. Gue kenyang, hati gue senang. Nggak ada salahnya balas budi sama orang yang udah baik sama gue, kan?"

Sana semakin terperangah. Kali ini tidak bisa berkata-kata. Sewaktu mereka kecil, Nasa bahkan pernah hampir diculik karena diiming-imingin kue cokelat saat mereka berada di taman bermain. Untung Sana pintar dan langsung berteriak saat Nasa hendak dimasukan ke dalam mobil. Papi dan Maminya pun langsung tersadar dan menyelamatkan mereka. Sejak saat itu pula, Nasa jadi sulit diberi izin main ke luar sampai dia SMA.

"Lo nggak perlu mikir macam-macam. Gue sama Leo nggak ada hubungan apapun dan walaupun gue nginep di apartemennya—"

"Lo nginep di apartemen siapa, Nas?!"

Lihat selengkapnya