“Jadi …”
“Biarin aku makan dulu.”
Leo pun menutup kembali bibirnya. Membiarkan Nasa yang memakan brownies buatannya itu dengan tenang. Gadis itu memakan lahap seperti biasa. Leo pun akhirnya hanya berdiri sembari menopang dagu pada meja bar. Menatap Nasa yang makan dengan tidak sama sekali mau melihatnya.
Nasa yang sedang makan itu memiliki pikiran lain. Selain lezatnya kue yang tengah dimakannya itu, Nasa juga memikirkan keputusan mendadak yang baru saja dibuatnya. Apakah keputusannya benar? Apa Nasa akan menyesalinya kemudian hari?
Tapi …
Sial! Kue sialan ini luar biasa lezat sehingga menit berikutnya, Nasa sudah tidak memikirkannya lagi. Rasanya memakan makanan Leo setiap hari mampu menutupi seluruh rasa penyesalannya jika benar di suatu saat nanti Nasa akan menyesalinya.
Leo mengulurkan serbet saat melihat Nasa yang sudah menghabiskan brownies di dalam piringnya. Tidak sampai satu Loyang persegi panjang yang Leo siapkan untuk gadis itu meski sejak tadi Nasa kerap melirik-lirik. Leo tidak ingin gadis itu kekenyangan hanya karena melahap satu Loyang persegi panjangnya.
“Itu untuk kamu semua, tapi dimakan besok,” kata Leo.
Nasa hanya diam saja. Mengambil serbet dan mengelap mulutnya. Mengambil minum yang Leo sediakan kemudian menandaskannya.
“Aku suka brownies yang hangat,” ujar Nasa.
“Besok aku hangatkan di oven.”
Nasa pun mengangguk. Gadis itu pun mulai bersiap untuk mendengarkan perjanjian seperti apa yang sebenarnya tadi ia setujui demi beberapa slice brownies?
“Bisa kita mulai?” Nasa sudah tidak sabar. Dia ingin segera meninggalkan tempat ini dan menjatuhkan tubuh di ranjang apartemen Keanu yang empuk.
Leo pun mengangguk. “Sebenarnya kamu nggak perlu melakukan apa pun. Kamu hanya perlu setuju untuk aku akui sebagai gadis yang sedang aku dekati.”
Nasa mengangguk-angguk. “Aku setuju.”
“Tapi mungkin … Bunda akan nekat menemui kamu.” Leo sebenarnya sedikit mengkhawatirkan hal ini. “Kamu nggak perlu gimana-gimana. Cukup menjadi Nasa seperti biasanya.”
Nasa mengangguk lagi. Meski masih tidak mengerti arti dari Nasa seperti biasanya itu seperti apa, tapi ya, akan Nasa lakukan. Lagi pula, tentu dia tidak sekali dua kali bertemu ibunya Leo. Sebelum ini juga Nasa sering bertemu apalagi dulu sewaktu Sana masih kuliah dan sering bermain ke rumah Adel. Tidak jarang Nasa menjemputnya di sana.
“Ada lagi?” tanya Nasa.
“Besok kamu mau sarapan apa?”
Senyum Nasa terbit. Akhirnya Leo mengangkat pembicaraan yang Nasa sukai juga.
“Besok aku masuk kerja jam 2 tapi biasanya jam 1 udah berangkat. Kira-kira abis makan siang. Aku pemakan segala. Tapi buat besok pagi, aku mau waffle with banana and choco sauce.”
“Deal.”
“Dua porsi.”
Kening Leo sedikit mengerut. “O—oke, deal.”
Nasa tersenyum semakin semeringah.
“Browniesnya gimana?” Mereka masih punya setengah Loyang lagi bukan?
“Aku habisin sekarang aja nggak bisa?”
*__*
Bel apartemennya berbunyi. Nasa baru saja menyelesaikan workout singkatnya sebelum kemudian melangkah membuka pintu. Di sana Leo, terlihat rapi dengan kemeja lengan panjangnya juga vest berwarna abu-abu serupa dengan celananya dan juga dasi yang melingkari leher. Rambut gondrongnya juga terikat rapi di belakang. Ini pertama kalinya Nasa melihat Leo yang sering mengenakan apron dan pakaian kasual menjadi Leo yang formal seperti ini.
Well, lumayan.
“Sarapan kamu.” Leo menyodorkan sebuah kotak bekal pada Nasa.
Nasa semakin membuka lebar pintu apartemennya sebelum menerima kotak bekal itu dari tangan Leo.
“Dua porsi, kan?” tanyanya. Kotak bekal ini terlihat kecil soalnya.