Di pagi hari yang cerah ini seharusnya Nasa tidak berada di sini.
Di sebuah dapur bersama dengan seorang chef yang wajahnya babak belur. Ini hari liburnya. Seharusnya Nasa pulang ke rumah untuk bertemu keluarganya walau sebenarnya dia pasti hanya akan bermalas-malasan di kamar atau menonton pertengkaran Naka dan Kana yang susah sekali akurnya.
Tapi Nasa berkutat di sini. Mengamati si chef wajah babak belur itu yang kini sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk mereka. Nasa masih setia mengamati. Dengan duduk di stool bar dan menopang wajahnya dengan tangan.
“Udah laper, ya?” Leo menoleh ke belakang. Kemudian membawa pancake buatannya yang sudah siap menuju tempat Nasa berada.
Hari ini hanya ada pancake. Nasa sih suka saja meski kemarin dia juga makan pancake. Ya, dia akan memakluminya karena insiden yang Leo alami sepertinya cukup berat. Gadis itu sebenarnya tidak suka pilih-pilih makanan yang Leo buat karena semuanya enak. Nasa saja kini sudah tidak sabar menyantap makanan lezat itu yang kini sedang Leo tuangkan maple syrup ke atasnya.
Leo yang melihat bagaimana mata berbinar gadis di depannya itu tersenyum. Dia selalu menyukai wajah antusias Nasa terhadap makanannya. Tidak mau membuat Nasa menunggu lebih lama lagi, Leo menyajikan maha karyanya pada gadis itu. Diterima Nasa dengan sangat bersemangat bak anak kecil yang menerima hadiah.
Masakan Leo memang seperti hadiah untuk Nasa.
“Makannya pelan-pelan,” kata Leo yang ikut mengambil duduk di sisi gadis itu. Mengamati Nasa yang sedang makan. Seakan semua permasalahan yang menimpanya kemarin bagaimana awan putih yang lambat namun tetap akan berlalu.
Pemandangan itu didapatinya sampai Leo mendengar suara panggilan masuk di ponselnya. Laki-laki itu meraih ponsel dan menjawab panggilan dari adik tersayangnya.
“Kakak dimana?!” Suara tidak santai Adel langsung memasuki telingnya.
“Dapur,” jawab Leo santai.
“Jangan ke mana-mana. Aku ke sana sekarang.”
“Nggak usah,” larang Leo. “Aku mau pergi.”
“Ke mana?”
Leo melirik Nasa. “Pergi dengan Nasa.”
Adel tampak diam sebentar di seberang sana sebelum kemudian berbicara kembali, “aku mau bicara dengan Nasa.”
Leo mengulurkan ponsel pada Nasa yang sudah menoleh saat Leo mengucapkan namanya. Gadis itu menerima ponsel Leo dan menempelkannya pada telinga.
“Ya?”
“Kamu benar lagi sama Kak Leo?” tanya Adel.
“Ya.”
“Di dapur?”
“Ya.”
“Kalian mau pergi?”
Nasa menoleh pada Leo. Mereka tidak membicarakan ini sebelumnya. Melihat tatapan Leo yang hanya diam saja, Nasa pun mengangguk.
“Ya.”
Dia tidak lupa perannya masih sebagai perempuan yang sedang dekat dengan Leo sampai Adel menikah yang entah kapan itu terjadinya.
Adel terdengar diam lagi beberapa saat. Sebelum kemudian hela napasnya menyela di antaranya.
“Nasa,” panggil gadis itu.
“Ya?”
“Aku titip Kakakku.”
Nasa mengernyitkan kening. Kemudian tanpa dia bisa membalas lagi, Adel memutuskan sambungan begitu saja. Nasa serahkan kembali ponsel itu pada Leo dengan kernyitan masih di keningnya.
“Adel titip kamu sama aku,” kata Nasa. “Padahal aku bukan tempat penitipan orang.”