AS YEARS GO BY

Arisyifa Siregar
Chapter #11

11. Setidaknya Sebagai Teman

Kavi sudah beberapa menit berdiri terdiam di depan pintu kamar Tami.

Semalam ia terus mengawasi area lobi, menyisir di lingkungan sekitar resort. Keberadaan Tami tak ada dimanapun. Gadis itu sama sekali tak keluar kamar, ia jelas tak makan malam. Dan sekarang matahari sudah tinggi, Tami yang tak kunjung muncul di restoran hotel untuk sarapan, belum juga kelihatan batang hidungnya.

Berkali-kali Kavi mengecek ke resepsionis, memastikan kalau-kalau Tami check out tanpa sepengetahuannya, tapi nyatanya kamar itu masih terisi. Jadi kemungkinan besar, sejak kabur dari hadapannya kemarin, Tami masih ada di dalam kamarnya.

Kavi menarik nafasnya dalam-dalam sebelum akhirnya memutuskan memencet bel di pintu kamar Tami.

Sudah terlanjur nekat menyambangi sampai sejauh ini, Kavi merasa tanggung kalau tak menjerumuskan dirinya ke dalam hubungan mereka yang sudah terlanjur aneh karena sikapnya sendiri. Siap tak siap pada konsekuensi yang harus dia hadapi kedepannya, Kavi memilih mengikuti intuisinya untuk menemui Tami.

Urusan bagaimana perasaannya dan perasaan Tami, bisa dipikirkan belakangan nanti, tergantung situasi dan kondisi. Sekarang ia merasa ada hal yang lebih penting untuk dilakukan, memastikan apakah di dalam kamarnya Tami dalam keadaan baik-baik saja.

Beberapa kali ia menekan bel, tak ada tanggapan. Ia mulai mengetuk pelan, pintu itu masih tak kunjung terbuka. Kavi mulai mengetuk lebih keras, “Tam? Tami!” panggilnya. Masih tak ada respon. Ia mulai menggerak-gerakkan gagang pintu dengan kencang, sambil terus memanggil dan mengetuk pintu dengan tangan satunya, sampai penghuni kamar sebelah keluar untuk mengecek keributan yang dibuatnya. Namun Tami masih tak menampakkan kehadirannya. Pun tak merespon dari dalam.

Kavi mulai menelpon nomor Tami sambil lanjut mengetuk pintu dan menyerukan panggilan. Sampai nada tunggu habis dan telponnya tertutup otomatis, masih tak ada jawaban. Ia hendak berlari ke arah resepsionis untuk melaporkan keadaan darurat dan meminta pintu dibuka paksa, saat akhirnya kenop pintu bergerak dan pintu terbuka perlahan. Ia pun buru-buru kembali ke posisinya, sambil dengan hati-hati mendorong daun pintu agar terbuka lebih lebar.

“Lu baik-baik aja, Tam?” tanyanya sambil memperhatikan dengan seksama wajah Tami yang pucat.

“Iya,” sahut Tami lemah. Jelas berbohong karena tampak jelas bibirnya kering dan kelopak matanya terkulai tak bertenaga.

Kavi reflek menjulurkan punggung tangannya, menempelkan ke dahi Tami, ia mendapati badan Tami sudah tak sepanas kemarin, tapi gadis ini sekarang malah berkeringat dingin. Ia pun meraih pergelangan tangan Tami dan mengecek denyut nadinya, sementara Tami tak punya tenaga untuk melawan.

“Ayo kita ke rumah sakit!” Kavi merengkuh bahu Tami, dan membimbingnya keluar kamar.

“Nggak usah, gue cuma perlu istirahat!” tolak Tami lemah.

“Lu dehidrasi!” seru Kavi. “Ayo kita ke rumah sakit dulu!” Ia sedang memapah Tami melangkah di lorong saat tak sengaja berpapasan dengan Luna.

“Kenapa?” tanya Luna dengan mata lebar.

“Dehidrasi.” seru Kavi.

Luna menelisik sekilas. Tak perlu pemeriksaan lebih lanjut, karena dirinya yang juga dokter, langsung setuju dengan diagnosa Kavi. “Pakai mobil sewa gue.” Ujarnya lalu memberikan kunci mobil yang ia keluarkan dari saku celananya ke Kavi.

Thanks!” Tutur Kavi lalu buru-buru membawa Tami keluar resort.

***


Tami duduk di kursi rumah sakit, wajahnya sudah tak sepucat tiga jam lalu. Nyeri di badannya berangsur menghilang, meski masih lemas, perlahan-lahan energinya mulai terisi. Mungkin karena sudah menghabiskan satu kantong infus untuk dehidrasi dan satu lagi untuk vitamin. Badannya berangsur bertenaga dan bahkan sekarang dia sudah mulai merasakan lapar, padahal sejak kemarin ia sama sekali tak bernafsu untuk makan.

Kavi muncul dari loket kasir, berjalan ke arah apotek dan menaruh resep obat lalu kembali duduk di samping Tami. “Apa yang di rasa sekarang?” tanya Kavi memastikan untuk kesekian kalinya.

Sebenarnya dulu saat mereka pacaran Tami juga sering mendapat pertanyaan ini dari Kavi, setiap kali ia tak enak badan, setelah ia minum obat, dan beberapa waktu selama masa pemulihan pasca sakit. Tak pernah ia sangka ia mendengar pertanyaan ini lagi dari Kavi, setelah lima tahun mereka tak bertemu.

“Udah enakan,” sahut Tami. “Thanks by the way!” tambahnya dengan sedikit gengsi.

Lihat selengkapnya