AS YEARS GO BY

Arisyifa Siregar
Chapter #13

13. Pintu ke Masa Lalu

Tami merangsek masuk kembali ke ruang acara, membelah kerumunan dengan terburu-buru untuk mencapai Julian yang sedang menyantap salad buah di piring kecil yang dibawanya di depan meja prasmanan.

“Aku mau ngomong!” ucapnya sambil menarik lengan Julian kuat-kuat.

Hampir tersedak saking kagetnya, Julian langsung meletakkan piring di tangannya ke atas meja dan mengikuti langkah Tami.

Duna dan Tria yang melihat kejadian itu saling melempar tatapan cemas. Mata Tami yang kelihatan menyala itu bukan sekadar marah, seperti ada bara yang nyaris membakar habis siapapun yang menatapnya. Gerakan tegasnya saat menarik tangan Julian dan menyeretnya keluar ruangan, langkahnya yang terburu-buru, wajahnya yang penuh kegelisahan, menunjukkan ada sesuatu yang mendesak, dan segera meledak di dalam dirinya. Duna tahu apa ekspresi itu. Ekspresi yang mirip pembunuh berdarah dingin di depan targetnya itu, pasti akan menyulitkan Julian. Dan ia takut, kalau dugaannya benar.

“Tadi aku lihat Kavi nyusul dia keluar ruangan,” Bisik Duna ke Tria, yang ekspresi wajahnya langsung lebih tegang dari sebelumnya.

Sementara Tami, tanpa mempertimbangkan betapa kencang tangannya menggenggam pergelangan tangan Julian, terus menyeret cowok berbadan besar itu menjauhi keramaian tanpa memberi penjelasan apapun. Dadanya naik turun penuh emosi, wajahnya merah padam. Benaknya penuh amarah tertahan.

“Tam, kamu nggak apa-apa, kan?” tanya Julian panik, saat keduanya sudah berada di dalam mobil dan duduk di kursi masing-masing.

Tami menoleh dan melemparkan tatapan menusuk. “Kakak bisa jelasin sebenernya apa yang terjadi lima tahun lalu?”

Julian mengerjap, “Lima tahun lalu? Kenapa?” tanyanya polos.

Ia tak terlihat pura-pura, sepertinya ia memang tak paham apa yang Tami maksud.

“Apa yang terjadi lima tahun lalu sampai aku akhirnya putus sama Kavi?” tekan Tami.

Kali ini Julian bergeming.

Melihat Julian yang tak bisa menjawab dan kelihatan menyembunyikan sesuatu yang kini sudah diingatnya, Tami mendengus tak sabar. “Kalau kakak gak mau ngomong, biar aku tanya langsung ke Tria, tapi jangan pernah muncul di hadapan aku lagi!” Ancam Tami sambil berniat membuka pintu mobil.

“Nggak! Jangan gitu!” Tahan Julian. “Tolong, jangan pergi, aku bisa jelasin.”

Tami menurunkan tangannya dari pintu. “Jelasin sekarang juga!” Perintahnya bengis.

Julian menarik nafasnya dalam-dalam. “Beberapa bulan sebelumnya,” buka Julian berat. “Tria mulai tahu kalau aku udah lama suka sama kamu. Dan entah kamu tahu apa nggak, sejak awal dia gak pernah suka sama Kavi, karena dia tahu Kavi mantan pacar Raina, sahabat kamu, dan dia juga tahu kamu yang ngejar-ngejar dia.” Julian merasa berat mengatakan semua hal ini, namun saat ia kembali menatap Tami dan melihat bagaimana gadis yang dicintainya ini penuh amarah terhadapanya, ia tak punya alasan lain untuk tak memberi penjelasan sepenuhnya. Berharap hal ini bisa mengurangi kebencian Tami padanya.

“Kamu inget dulu pernah ngasih kontak Kavi waktu aku bilang mau buka restoran dan perlu tanya-tanya sama orang yang berpengalaman?” tanya Julian.

Tami mengangguk.

“Dari situ sebenarnya aku lumayan sering kontakan sama Kavi, kita lumayan sering ketemu buat diskusi langsung, beberapa kali Tria juga ikut.” Sambung Julian.

Tami mengangguk tak sabar, dia tahu cerita ini dan bukan ini bagian yang ingin dia dengar.

“Beberapa kali, setelah ketemu sama aku, aku lihat Kavi ketemu sama cewek lain, yang aku tahu belakangan, namanya Lisa. Dan sekali, itu kepergok sama Tria, dia ngerasa Kavi kurang ajar dan ngeduain kamu. Dia labrak dan mukul Kavi.” Julian sebisa mungkin tidak ingin membuat Tria terlihat sebagai penjahat di kisah ini, namun biar bagaimana juga memang begini adanya kisahnya.

“Jangan marah sama Tria, dia cuma kakak yang mau lindungin adiknya.” Tambahnya.

“Itu terserah aku.” Tanggap Tami ketus.

Memejamkan matanya singkat, Julian tahu ia tak akan menang melawan amarah Tami saat ini, “Waktu itu aku ngelerai mereka, aku ngajak Kavi ketemu secara terpisah buat dengerin penjelasan dari dia.” Julian kembali membuka matanya.

Lihat selengkapnya