3 Bulan Kemudian…
“Udah jadi bapak lu sekarang, Tria!” goda Tami ke kakak keduanya yang sedang menggendong bayinya yang baru berusia dua minggu.
Disampingnya, Duna mengawasi dengan seksama, takut Tria menimang dengan terlalu bersemangat sampai membuat anaknya bangun lagi. Tapi ternyata suaminya itu meninabobokan anak mereka dengan cukup lembut. Jadi sekarang, perhatiannya bisa beralih ke tempat lain, Tami. Sahabatnya itu, sudah lama tak muncul di rumah keluarga ini. Dan hari ini, kalau saja bukan hari dimana ibu mertuanya, kembali ke Singapura setelah menengok anaknya yang baru lahir, Tami mungkin tak juga muncul di rumah ini.
“Tam, kita ngobrol yuk bentar,” ajak Duna.
Tami mengerling, sedikit banyak bisa menduga alasan Duna mengajaknya bicara, ia pun mengangguk dan mengikuti Duna ke halaman belakang rumah.
“Lu kemana aja?” tanya Duna sambil duduk pelan-pelan di kursi besi yang ada teras halaman belakang. Sedikit meringis karena luka bekas operasi caesar-nya masih basah.
“Ada,” jawab Tami basa-basi. “Cuma sibuk aja,”
Mata Duna menyipit, dia bisa melihat kalau Tami memang jujur dengan ucapannya. “Hmmm.” Dehem Duna. “Gue sebenernya mau ngasih tau lu kalau, kemarin Julian kesini.”
“Oh,” tanggap Tami kaku, tapi tak kaget karena sudah menduga, “Gimana kabarnya?”
“Baik, dia lagi sibuk buka cabang lain, lu masih nggak mau kasih tau gue kenapa kalian tiba-tiba putus? Apa gara-gara Kavi?” tanya Duna tanpa basa-basi, gelagatnya terkesan buru-buru seperti sedang dikejar sesuatu.
Tami terdiam. Ia tidak menceritakan kejadian tiga bulan lalu ke Duna, atau Raina, bukan mau menutup-nutupi, tapi karena ia tak ingin mengganggu kedua sahabatnya ini, yang sudah berkeluarga, yang sudah beda kesibukan dan fokus hidupnya. Disamping, sebenarnya merasa malu, diantara mereka hanya dia sendiri yang masih sibuk terombang-ambing kisah cinta seperti remaja. Padahal jelas umur sudah tak lagi belia.
Dan kini, dia sedang fokus pada dirinya sendiri pun tak memiliki ketertarikan untuk membahas kisah itu.
Setelah putus dari Julian, ia terpuruk selama beberapa waktu. Insomnianya makin parah, karena sepanjang berbaring di kasur dia selalu bertanya-tanya. Siapa yang salah, dan dimana letak kesalahannya? Merasa bingung karena baik dirinya dan Julian, sama-sama berusaha keras untuk hubungan itu.
Kebingungan itu berubah menjadi kekecewaan, kecewa itu menjadi keyakinan bahwa memang ini takdir yang harus dijalani, tapi keyakinan tak bertahan lama, dengan mudah menguap menjelma menjadi keraguan yang menjerat erat. Apakah semua pilihan yang selama ini dia lakukan yang membawa dirinya sendiri menjadi seperti ini? Atau apakah jalan apapun yang ia pilih, ia akan tetap berakhir menyedihkan karena memang takdir senang mengejeknya?
Ia hanya menghabiskan tiga bulan dengan merasa sendirian, kesepian, juga kelelahan.
Lelah memahami apa yang selama ini terjadi pada hidupnya sendiri, yang seperti ujian berulang-ulang tanpa ujung. Ia pernah memiliki harapan begitu besar akan cinta yang sama besar dan tak bertepuk sebelah tangan, lalu menyerah lagi karena ternyata mengharapkan hal itu berakhir indah, terlalu menyakitkan. Kemudian harapan itu muncul lagi dalam bentuk lain, dibawa oleh orang yang berbeda. Membuatnya menemukan bahwa selain cinta, ada yang namanya simpati, menghargai, dan usaha, dengan semua itu, hubungan dengan pria yang lebih besar mencintainya juga tak kalah bahagianya.
Tapi segera sebelum ia benar-benar menggenggam ketenangan, harapan itu hancur tanpa sempat ia bersiap, ia dipaksa menyerah, dipaksa sadar, kalau akhir bahagia hanya ada dalam dongeng belaka. Setidaknya untuknya sendiri, karena Duna dan Raina sekarang sedang menjalani bagian dari dongeng itu.
Ia tak kembali ke Kavi, seperti apa yang Julian minta dirinya lakukan.
Bukan karena perasaannya ke Kavi sudah menghilang sepenuhnya, bukan karena dia sudah melupakan pria itu, atau karena tak terima Julian memutuskannya dengan cara seperti itu, seolah-olah dirinya adalah wanita yang gampang menjilat ludah sendiri, bukan. Dia hanya lelah, dan dia tak ingin melakukan apapun dengan hatinya. Ia beristirahat, dan entah, apakah punya kekuatan untuk bergerak lagi nantinya, ia pun tak yakin.