Asa yang Tersisa

Awang Nurhakim
Chapter #4

Arogansi.

Tours Leader itu adalah pemimpin tours, guys. Orang yang membawa rombongan tour dari suatu kota atau negara asal ke tempat tujuan wisata sampai balik lagi ke kota atau negara asal. Tours Leader itu bertanggung jawab atas semua pesertanya.

Dia harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Bisa Guiding (memandu perjalanan), pandai improve, dan punya sense of humor. Dia juga harus antusias dan punya Passion sama pekerjaannya. Fleksible sampai harus peka.

“Iya, peka. Namanya mengurus 1 rombongan tour, kalau ada yang kelihatan sakit, atau Unhappy, atau lainnya, kita harus tahu bagaimana cara mengatasinya,” kata Managernya kepada Ling saat menghadap di ruang kerjanya.

Di Tours & Travel ini Ling benar-benar bekerja mulai dari bawah. Pertama kali dia bawa City tour ke Changi Bay dan sekitarnya. Kemudian meningkat bawa tour ke Marina East, terus ke Marina South. Sekarang dia sudah bisa bawa tour ke destinasi seluruh Singapura.

Setiap kali bawa tour, 1 group yang dibawa paling sedikit 22 orang. Paling banyak 29 orang yang terdiri dari beberapa keluarga. Jadi, bisa dibayangkan betapa banyaknya kontak peserta tour di handphone-nya?

Setiap pekerjaan pasti ada suka dukanya. Iya, pasti, dan itu tidak mungkin dihindari. Sukanya bisa menikmati wisata secara gratis. Naik full service air lines, tidur di hotel berbintang, makan enak, dan kemana-mana naik transportasi yang nyaman.

Dukanya kalau ada peserta tour yang antik, minta di-service banget-banget. Kalau sudah begitu Ling hanya bisa menangis sambil memberi pengertian. Tetapi seperti kali ini dukanya agak lebay. Bagaimana bisa seseorang tiba-tiba nembak dirinya.

Namanya Billy, ternyata adalah eksekutif muda yang pernah ketemu di Lobby kantor saat Ling mendaftar pekerjaan. Billy begitu antusias ingin menjadikan Ling sebagai pacarnya. Dia tidak pernah bosan merayu dan mendekati dirinya.

Walupun hati Ling tidak pernah bergetar padanya. Apalagi pemuda itu bukan Type lelaki yang diinginkan. Billy sebenarnya tipe pria masa kini. Sudah bekerja mapan, punya jabatan di Perusahaan. Tapi gaya hidup Billy yang mewah tidak sesuai dengan jiwanya. Ling lebih suka melayani pria sederhana, berwawasan luas, dan mudah diajak bicara.

Sekarang Billy menekan Ling untuk dijadikan pacarnya yang baru. Di sebuah pertemuan yang mau tidak mau Ling harus melayaninya dengan baik. 

“Yang kudengar kamu sudah menikah?” tanya Billy tiba-tiba.

Ling cukup terkejut mendengarnya. Setengah sadar dia mendengar suara Billy berkata seperti itu. Rupanya berita tentang pernikahannya dengan A Pao sudah terdengar sampai disini. Hal ini membuat tensinya agak meninggi.

“Ya, kenapa kamu tanyakan?” jawab Ling balik bertanya.

“Aku ingin memastikan apakah berita itu benar,” kata Billy lagi dengan tenangnya.

Sama sekali Billy tidak merasa sungkan. Tidak merasa kalau kata-katanya itu menyinggung perasaannya. Seakan-akan ingin membuat Ling malu ataupun bersedih. Mungkin dianggap Ling wanita yang lemah. Sehingga akan lebih mudah untuk mengendalikannya.

“Kalau sudah tahu, ya sudah. Mau apa lagi?” kata Ling datar menyembunyikan marahnya.

“Aku hanya kasihan padamu, menikah dengan tukang bakmi,” Billy seperti mengejek.

“Sudahlah, apa pula pentingnya membicarakan hal itu. Bicara saja yang lain,” pinta Ling. Tetapi sebenarnya apapun yang akan di bicarakan baginya tidak penting. Dia sudah terlanjur tidak menyukai Billy.

“Ya, aku tahu. Aku memang tidak akan membicarakan hal itu lagi. Aku hanya ingin kamu memberi kesempatan padaku untuk …,” Billy tidak meneruskan kalimatnya, karena Ling telah memotongnya.

“Aku tidak mau ...,” kata Ling cepat. Karena tahu Billy akan menjadikan dirinya sebagai pacarnya yang baru. Dia sama sekali tidak tertarik menjadi pacar Billy.

“Berilah kesempatan padaku untuk membuktikan. Bahwa aku bisa mencintaimu lebih daripada suamimu,” Billy meneruskan dengan nada yang bersungguh-sungguh.

“Tidak … aku tidak bisa,” Ling mengulangi jawabannya.

“Aku tidak memerlukan jawabanmu sekarang,” kilah Billy.

Ling tidak menjawab, padahal dia ingin menolak kemauan Billy. Dia tidak bisa dipaksa untuk terus mengikuti kemauannya. Walaupun hatinya memang kosong, tetapi ketenangan jiwanya lebih penting. Pastinya Ling tidak ingin berkhianat pada suaminya.

“Aku akan menyelamatkan kamu dari penderitaan hidupmu saat ini,” kata Billy nadanya menyudutkan.

Lihat selengkapnya