Asa yang Tersisa

Awang Nurhakim
Chapter #6

Undangan.

Tidak terasa setahun sudah berlalu Ling menjalani pekerjaannya di Tours & Travel. Setelah setahun sebelumnya membantu A Pao di kios bakmi. Itu artinya Ling sudah memasuki tahun ke tiga-nya berada di Singapura.

Rasanya seneng banget banyak peserta Tour menjadi keluarga baru setiap kali kerja. Mereka saling berkomunikasi melalui telefon ataupun sms. Bisa belajar banyak dari mereka, bahkan kalau mau bisa dapat jodoh dari mereka, hehe … TL GR.

Pengalaman ini telah banyak membawa perubahan dalam hidup Ling. Membuatnya semakin terlatih mentalnya dan berwawasan lebih luas. Kini dia menjadi lebih bergairah dan pastinya menjadi orang yang sabaran banget.

Dengan gajinya ini dia bisa membawa A Pao dan Ibunya menempati apartemen. Meski tidak mewah tetapi bisa membuat kehidupan Ibu dan anak itu menjadi lebih bermakna. Ling juga telah memodifikasi kios bakmi A Pao menjadi lebih terhormat.

Saking sibuknya, A Pao suaminya itu susah banget mau mengobrol. Setiap kali Ling tidak berada di rumah dan harus menginap. Tetapi A Pao sudah tahu, Ling bekerja dengan sungguh hati. A Pao percaya pada Ling dan tidak menjadi persoalan yang berarti.

Namun terhadap Ibu A Pao masih tetap tak berubah. Selama ini hampir tak ada akses untuk berbicara dengan baik-baik. Ling merasa harus tetap sabar dalam menyikapi. Ketegangan, kegelisahan, emosional, semua itu hanya akan menguras energinya.

Sekarang ini Ling sudah dipercaya menjadi sekretaris kantor. Jam kerjanya full time dari pagi hingga malam hari. Ling hanya turun ke lapangan kalau dalam keadaan emergency. Jika terjadi kekosongan Guide ataupun Tours Leader.

Hal ini membuat A Pao dan Ibunya semakin jauh tertinggal. Meski tak terucap tatapan A Pao seperti sudah maklum, isterinya sudah menemukan solusi hidupnya. Tampaknya A Pao juga sudah siap jika sewaktu-waktu Ling meninggalkannya.

Pada saat istirahat malam Ling bisa ketemu mengobrol dengan A Pao. Ling menyambut A Pao dengan senang hati. Dia buatin minuman yang segar, dipamerin makanan dan Snack-snack lucu yang nggak ada di Singapura. Dibeli dari negara lain saat dia nge-Job sebagai TL.

“Kamu rajin beli-beli makanan kayak gini?” kata A Pao sambil mencicipi.

“Iseng aja, sih. Akibat kurang tidur,” balas Ling nyantai.

“Yang penting jangan kurang makan aja, nanti kamu kurus, kurang gizi, kalau sakit, aku juga ikut sedih,” Seloroh A Pao yang bisa juga bercanda dengan Ling.

“Kurang tidur dan kurang makan itu beda tipis, A Pao. Coba bayangin kalau aku nggak bisa tidur bawaannya pengin jalan-jalan, akibatnya kelaparan terus penginnya makan. Maka aku sering jajan ke Minimart, ya seperti ini makanannya,” Ling menjelaskan.

“Dasar kamu-nya suka jalan-jalan, cocok kerja di TravelTourism.”

“Berkat kamu juga A Pao, entah bagaimana nanti aku bisa membalasnya.”

“Kamu nggak usah mikir membalas, cukup kamu happy saja aku sudah senang.”

Pada kesempatan ini Ling ingin mengajak A Pao ke acara kantor. Ketentuan memang begitu, bagi yang sudah berkeluarga membawa suami atau isterinya. Biasanya kalau ada acara seperti itu, Ling memilih pergi sendirian. A Pao pun juga tidak pernah memprotesnya.

“A Pao, besok ada undangan acara dari kantor, kamu ikut bersamaku,” kata Ling santai.

“Oya? Mana undangannya?” tanya A Pao buru-buru.

“Nih ...!” Ling menyodorkan undangan berukuran raksasa yang menurutnya agak lebay. Pakai aksen pita warna warni yang sebenarnya tidak perlu.

Alis A Pao mengernyit, “Bagus sekali kartu undangan ini. Pasti acara besar-besaran,” katanya sambil mengamati karton undangan yang tertulis untuk suami-isteri.

“Hanya ramah tamah biasa,” balas Ling menutupi.

Padahal undangan itu sebagai bentuk konsolidasi antar eksekutif dan keluarganya. Dalam menyelaraskan tugas pekerjaan di perusahaan dengan keluarga di rumah. Agar tidak terjadi gap atau persepsi negative dalam keluarga eksekutif itu sendiri.

“Iyaaa, maksudku ini acara kantor, kenapa aku harus ikut?” A Pao terkekeh.

Lihat selengkapnya