Asa yang Tersisa

Awang Nurhakim
Chapter #9

Jatuh cinta.

“Kalau hanya touris dari Amerika, gampang!” kata Ling setelah menutup telefon di kantornya. Dia menatap Caroline staf resepsionis kantor yang pertama tadi menerima telefon. Si penelefon meng-order Guide wanita untuk rekresi ke Changi Chapel And Museum

Berulang kali Ling melayani touris bule dari Amerika yang bermacam-macam permintaannya. Kali ini si-pengorder minta Ling sebagai Guidenya dan langsung ketemuan di TKP. Sebenarnya Ling sudah malas, namun pada akhirnya menyetujuinya juga.

“Kamu kalau terima order yang begitu jangan baper, harus tegas,” Ling menyalahkan Caroline.

“Habis orang itu mintanya aneh-aneh, aku jadi bingung, deh,” jawab Caroline yang masih berdiri meringis ketakutan melihat Ling.

“Kamu ikuti saja apa maunya? Mau paket wisata private yang full service? Mau hotel bintang lima, akomodasi yang super extra, sarana trip yang presstige, semua kita bisa,” omel Ling, yang dia tahu pihak peng-order tadi sampai minta ganti petugas penerima telefon.

“Orangnya sombong, kayak nggak serius. Aku jadinya nggak mood,” Caroline membela diri.

“Mau sombong, mau apa, dia itu consumer kita, harus dihargai,” bentak Ling.

“Dia-nya ngotot Guide-nya harus Nona Ling, nggak mau yang lain. Padahal kamu sekretaris kantor, aku kan harus konfirmasi dulu,” Caroline coba menjelaskan sambil menunjuk Time Schedule perjalanan di papan siapa Guide yang siap saat ini.

“Tapi kamu-nya harus ngejelasin dengan baik dan ramah tamah,” sahut Ling.

“Yah ... situasi lagi crowded begini … besok ada jadwal tour ke Malaysia, lusanya ke Thailand, Jepang, bagaimana coba?” keluh Caroline masih bertahan.

“Minimal dicatat dulu, namanya siapa, kalau touris asing asal negaranya dari mana. Kan begitu cara bekerja?” Ling memberi advis, padahal kalau dipikir Caroline lebih senior. Saat Ling mendaftar kerja, Caroline sudah ada di kantor ini.

“Kamu harus bersyukur Carol, aku masih bisa mengatasi. Kalau nggak, dia pasti akan cari biro lain yang bisa nyediakan Guide yang dia inginkan,” Ling menggerutu.

“Iya, kata orang itu touris-nya jauh-jauh datang untuk bertemu Nona Ling ... kalau Guidenya bukan Ling, dia nggak mau!” Caroline masih berusaha menjelaskan, sambil takut-takut karena telah membuat satu consumer kecewa.

“Iya, ngerti. Aku juga ngerti permintaan consumer sering agak aneh-aneh. Tapi kamu jangan ikutan aneh. Masa kamu bilang harus ngindent, harus konfirmasi, kan buat orang kecewa, lucu tau nggak?” sebut Ling yang harus menatar staf satu ini.

“Iya, Non …,” jawab Caroline pelan mengangguk.

“Consumer di Travel Tourism itu orang terhormat,” kata Ling lagi, Caroline terdiam, “Makanya lain kali kalau terima order untuk consumer sesuai permintaannya, jangan sampai dia ngamuk lagi kayak tadi. Bagaimana kalau dia sampai kecewa, kita dicap jelek? Mau apa kita kehilangan pelanggan? kehilangan job? kehilangan reputasi?” lanjut Ling, yang ternyata belum tuntas ngomel.

“Iya, iya Non …,” suara Caroline makin kelelep.

“Gara-gara kamu, aku juga lupa nanya tadi, siapa nama touris bule itu,” Ling menggerutu.

“Dia nggak mau nyebut namanya, nanti aku konfirmasi lagi,” sahut Caroline.

“Ya, sudah. Pantau saja, kalau telefon lagi kamu tanyakan,” perintah Ling.

“Iya, siap Non …,” Caroline mengangguk, antara mengerti dan kagum pada Ling yang bersikap profesional

Betapa tidak, Ling seorang executive secretary yang cantik, feminine, dan lemah lembut. Walau hari ini tidak terlihat secantik biasanya, tanpa make up dan rambut tidak disisir rapi. Tapi bisa membuat orang yang marah menjadi selow seperti di telefon tadi.

Begitulah keadaan Ling sekarang. Dia masih sangat sibuk dengan pekerjaan kantornya. Dia masih belum mengajukan Resign, pertimbangannya menunggu saat yang tepat. Sementara waktu yang ditentukan George sudah semakain dekat.

***

Pagi ini Ling di kantor sudah siap untuk memandu Bule yang kemarin meng-order-nya. Hanya bermodalkan nomor telefon, karena si-pengorder merahasiakan tourisnya. Tetapi sudah ada deal langsung ketemuan di Changi Chapel and Museum yang baru dibuka untuk umum.

Sebelumnya sudah ada kesepakatan untuk mengetahui warna baju masing-masing biar sedikit agak mempermudah. Touris itu memakai Jersey bola Manchaster United, dengan celana jins warna hitam. Sementara Ling memakai baju Putih list biru seragam dari kantor. 

Touris itu berangkat dari hotelnya di Singapura. Sedangkan Ling berangkat dari kantornya di Bandara. Keduanya akan bertemu di pelataran depan Kapel Changi. Kapel yang menyambut pengunjung saat memasuki museum.

Lihat selengkapnya