Asam Manis Nana Bila (Asma Nabil)

Mira Alhusen
Chapter #2

Gresik Tercinta #2

Udara dingin berhembus, bertiga kami berjalan beriringan menuju jalan raya utama antar provinsi. Perjalanan merantauku dimulai, disepanjang jalan pita, ibunya dan aku saling melihat arah bus yang datang dari arah barat. Hanya aku dan pita yang berangkat duluan. Sebab ibunya masih ada keperluan dirumah. LpppKami memang berangkat sebelum subuh, sekitar jam 3 an pagi. Karena bus yang tidak masuk tol bunder untuk arah surabaya adanya jam 3 pagi, bus pertama yang berangkat dan biasanya penumpangnya para pedagang. Bila sesudah adzan subuh, maka bus akan masuk jalur tol. Sehingga kami mesti naik lyne lagi, karena itulah kami ambil yang tanpa masuk tol sebab jalur yang dilalui bisa lewat depan tempat tinggal orang tua pita. Akupun baru tau saat berangkat tentang hal ini. Beruntung pita sudah pernah naik bus sepagi ini bersama ibunya sebelum bersamaku, jadi aku tinggal nurut saja padanya. Tak perlu khawatir akan tersesat.

" nana hijabmu dilepas saja lah kalau ke gresik". Ucap ibu pita padaku.

"kenapa bu? Ndak mungkin lah aku ini melepas hijab. Saya merasa cantik saat memakai hijab". Jawabku.

" biar tidak seperti orang ndeso". Timpal ibu pita sambil terkekeh. Aku sudah merasa ibu pita seperti ibuku sendiri sebab ia memang seperti ibuku, melindungi dan memberikan yang terbaik untuk anaknya. Jika aku melihat pita dengan penampilannya yang sekarang yang telah memilih melepas hijabnya memang membuatnya terlihat semakin cantik. Meski ada rasa heran mengapa ia dengan mudah melakukan ini padahal ia sekolah diajarkan untuk selalu berhijab. Namun aku sadar aku tidak boleh memaksa pilihan pribadi masing masing. Aku hanya berdo'a semoga dia selalu dalam lindungan Allah.

"Ayo beb kita siap - siap turun, bentar lagi mau nyampe". Ajak pita seraya kami bangkit. Kondektur bus lalu menanyakan kami akan turun dimana.

"sdn kebomas pak depan polsek". Seru pita keras. Lalu sopir bus menghentikan bus tepat di tujuan kami. Pita mengajakku melewati lorong di sebelah sekolahan, lalu membuka pintu sampingnya yang saat itu kulihat ada seorang lelaki paruh baya perawakannya tidak tinggi yang sedang menyapu. Pita bersalaman dengannya, akupun ikut menyalamina, yang ternyata dia adalah ayah pita. Ternyata ayah pita adalah seorang tukang kebon. Ternyata pita berbohong selama ini pada semua temannya. Dulu dia selalu cerita ayahnya seorang guru sd di gresik. Namun kenyataannya?. Mungkin saat dulu dia ada rasa malu terhadap profesi ayahnya. Untuk menjaga perasaannya aku tak pernah menanyakan ini padanya.

Ternyata ini pabrik tempat kerja pita. Tepatnya ini cabang nya, ud barokah. Bentuknya seperti gudang yang isinya banyak sekali barisan mesin jahit. Aku menunggu pemiliknya datang, kulihat jarum jam menuju angka 8 pas. Semua karyawan bergegas melakukan proses produksi. Dari Aq balik jendela ku amati cara kerja mereka yang didominasi perempuan, namun juga baru disini kulihat ada banyak penjahit pria. Jenis produksi yang dihasilkan adalah plastik jenis tebal. Seperti karung, terpal, cangklongan belanja dan masih banyak lagi. Semuanya disuplay ke pabrik utama pt wiharta karya agung. Pita dapat bagian QC ( Quality control), bagian ngecek kwalitas produk. Kerjanya lebih ringan dari pada bagian jahit. 

" sudah lama ya nunggunya, maaf ya anakku gak mau ditinggal. Makanya aku ajak dia kesini. Silahkan perkenalan dirimu" ucap pemilik unit usaha yang memang cantik namun gemuk, selayaknya ibu - ibu pada umumnya. 

Kuperkenalkan diriku, lalu aku mendapatkan bagian jahit. Aku dapat masa training selama 3 bulan, gajinya saat itu dalam masa training per harinya hanya 17 ribu. Aku di training oleh kakak - kakak didepan meja jahitku, lebih seringnya teknisi yang mengajari aku. Namun menjahit amatiran dadakan sepertiku rasanya sangat kesulitan mempraktekannya. Aku melihat para pekerja dengan mudahnya menjahit bahkan sangat ahli dan cepat - cepat. Mereka mendapat hasil diatas target. Sehingga penghasilan mereka juga bertambah. Sementara aku, pasang sekoci saja ribetnya, belum lagi jahitan yang benang bawahnya bisa menghilang atau tidak nyantol. Menggemaskan, aku merasa bosan. Si trainerku juga gak bisa membangkitkan kemampuanku, aku lebih sering telpon ibu. Mengeluh sulitnya belajar jahit. Tapi aku juga selalu bilang bahwa aku akan berusaha. 

Jam kerja mulai jam 7 pulang pukul 3. Senin hingga jum'at, sabtu setengah hari minggu libur. Namun lembur akan diberikan bila diperlukan. Selama 3 hari aku selalu menjalani masa kerja disana, namun aku masih belum ada perkembangan. Aku tidak bisa berpikir, bagaimana aku bisa melalui waktuku kedepannya. 

" sudah sampai mana kemampuan menjahitnya, coba perlihatkan padaku. Tolong jahit sak tas belanja ini." ucap sang pemilik padaku sambil menyerahkan material karung padaku. 

" maaf bu, saya masih belum bisa." jawabku ringan. 

" lho kamu sudah 3 hari disini, masih belum bisa. Yang kamu pelajari apa?. Coba bro apa aja yang udah kamu ajari padanya". 

" sudah semuanya bu, dia memang masih belajar." jawab bro, lalu sang pemilik mengajari ku private. Aku memperhatikannya, makin kesini aku merasa pekerjaan ini tidak cocok untukku. 

" mbok ya waktunya itu dimanfaatin dengan sebaik - baiknya. Lha wong kamu itu disini sehari 8 jam lho. Masa gini aja gak bisa." mulai si ibu ngomel. Aku hanya diam. 

" dianya gak fokus bu, pikirannya kayak dimana gitu. Kangen ibunya paling." sahut mas bro 

Lihat selengkapnya