Dua hari setelah Mozza mulai hapal letak sendok dan tatapan tajam Bapak Hadi,
datanglah seorang pemuda dengan langkah seolah dunia ini punya lantai empuk.
Namanya Yuan.
Dan seperti namanya, ia terasa asing tapi langsung akrab—seperti lagu baru yang nadanya gampang diingat.
"Mozza, ya?" katanya tanpa basa-basi, sembari menyibak tirai plastik pembatas dapur.
"Katanya kamu paling muda di sini. Sekarang kita imbang."
Mozza tersenyum kecil, setengah heran, setengah lega.
"Kayaknya lo bukan tipe yang diam, ya?"
"Gue? Wah, diem itu bukan skill gue. Tapi tenang, gue nggak banyak drama—cuma banyak nanya."
Yuan berasal dari cabang lain.
Ia sudah tahu ritme restoran, tapi memilih pura-pura bingung di awal.