Ashen side of Sumatra

Bintang Harly Putra
Chapter #5

BAB 3 : SANG DOKTER HEWAN

Semua perihal itu membuatku keranjingan dan tak bisa tidur semalaman karena memikirkan berita macam apalagi yang harus kutulis. Aku berceloteh sendirian di dalam kamar tanpa sadar bahwa aku tidak tinggal sendirian di rumah. Ibu tiba-tiba saja masuk dan mencoba bersimpati padaku. Ia mengatakan padaku, ada baiknya aku mencari udara segar, ke suatu tempat entah ke Sumatra atau pulau lainnya, setidaknya untuk menyegarkan pikiranku yang "sakit" seminggu terakhir ini. Barangkali saja aku juga bisa menemukan berita menarik disana.

Kuikuti saran ibu, dengan semua sisa uang yang diberikan kantor padaku. Esok paginya aku berangkat ke suatu kota bernama Pariaman. Dengan perjalanan pesawat sekitar dua jam, ditambah naik travel sekitar dua jam juga dari bandara, aku sampai di kota ini. Kutanyakan pada beberapa orang di sana, mengenai penginapan yang bisa kujadikan tempat tidur untuk beberapa hari. Pertanyaanku itu terjawab sudah saat salah seorang tukang ojek mengantarkanku ke sebuah rumah kecil yang bertuliskan jalan palambahan No 8, Kostan Ajo Manik. Kurasa ini memang nama dari pemilik tempat ini. 

Untungnya tempat ini relatif murah sehingga aku tidak perlu membuang uang terlalu banyak hanya untuk tempat menginap. Namun yang sedikit tidak kusuka adalah, ditempat ini, mau tidak mau aku harus menginap sekamar dengan orang asing. Maklumlah aku tentu tidak bisa berharap banyak pada tempat yang relatif murah ini. Setidaknya, semoga saja teman kamarku nanti adalah orang yang menyenangkan dan bisa diajak berkompromi.

Aku mendapati kamar paling dekat dengan pintu rumah. Saat aku masuk, kutemukan seorang pria yang sepertinya seumuran denganku, sedang membaca buku yang sangat besar dan tebal, sepertinya itu adalah buku novel Sherlock Holmes. Hal aneh lainnya dalam kamar itu adalah aku melihat banyak poster foto-foto hewan, suasana ini semakin membuatku seperti sedang masuk ke ruang kelas taman kanak-kanak. Aku merasa tidak perlu mengganggunya, jadi kuputuskan untuk meletakkan barang-barangku dan mencoba segera keluar. Hingga tiba-tiba ia mengajakku bicara.

"Sepatumu bagus, kau dari kota mana? Jakarta, Bandung, Surabaya?" tanya pria itu padaku.

Aku hanya menjawab dengan kebingungan sembari mengusap keras telingaku yang masih sakit akibat perjalanan udara tadi dan balik bertanya tentang apa maksud dari perkataannya barusan.

"Ohh Jakarta, sepertinya anda sudah melewati banyak hal berat akhir-akhir ini, mengapa tidak ceritakan saja," lanjutnya seolah ingin mengajakku berbincang.

"bagaimana kau bisa tahu aku dari Jakarta? dan hal berat? kita baru bertemu dan kau sudah bisa mengetahui apa yang sudah aku lewati," tanyaku semakin curiga dengan orang ini.

"Oh itu mudah saja, Jakarta, kuawali analisisku dengan melihat cara berpakaian. Gayamu itu jelas menunjukkan kau adalah orang dari kota besar, ditambah sepatu sneakers keluaran 2019 seperti yang kau punya itu setauku belum sampai ke wilayah sini. Itu menguatkan asumsiku bahwa kau berasal dari kota besar seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya. Kemudian pilihanku pada Jakarta berasal dari tebakanku mengenai logatmu yang jarang dimiliki oleh orang Bandung dan Surabaya." Jawab pria itu menjelaskan cara ia mengetahui asalku.

Dari sini, aku semakin yakin bahwa orang ini adalah orang yang sangat fanatik dengan Holmes, dan entah kenapa aku mulai sedikit tertarik dengan sikap aneh orang ini.

"Deduksi yang masuk akal, bagaimana dengan hal berat?" tanyaku semakin penasaran.

"kalau itu kurasa hanya tebakan yang kebetulan benar saja, aku bisa lihat itu dari caramu menggerak-gerakkan telingamu, orang yang hanya sakit telinga akibat perjalanan udara tidak mungkin menyeka telinganya sekuat itu, jadi aku asumsikan bahwa ada hal lain yang membuatmu frustrasi sehingga perasaanmu itu kau luapkan pada telingamu. Selain itu, bisa aku lihat dari barang yang kau bawa, hanya sebuah backpack berukuran sedang. Biasanya orang yang benar-benar ingin mencari ketenangan akan pergi tanpa membawa banyak barang, ia hanya akan membawa barang yang benar-benar berguna untuknya, dan aku beranggapan bahwa kau adalah salah satu orang itu," balasnya.

Meski jawaban keduanya ini terasa sedikit mengada-ada bagiku, tapi setidaknya deduksi liarnya ini membuatku tidak perlu memperkenalkan diriku lebih banyak padanya. Kuperkenalkan diriku sebagai Januar Hatta, seorang wartawan dari redaksi Nusawarta divisi reportase kriminal yang sedang ingin mencari ketenangan dan barangkali sebuah berita di kota ini.

"Ok Mr. Holmes, kurasa sudah cukup membicarakan tentang diriku, bagaimana denganmu?" tanyaku sedikit menyanjungnya.

Ia berubah jadi kikuk seperti seorang wanita yang mendapat pujian dari kekasihnya.

"Namaku Saidi Serdula Sande, Sande."

Saatku tanyakan pekerjaan atau kesibukkannya, dia hanya menjawab bahwa saat ini dia masih seorang mahasiswa hukum yang makin frustasi dengan tidak kunjung lulusnya ia. Aku sedikit kaget bahwa ternyata masih ada mahasiswa untuk orang seumuran dia, dan ternyata masih ada orang yang jauh lebih kekanak-kanakan ketimbang aku. Semua percakapan kami ini kemudian ditutup oleh keinginanku untuk segera mandi dan beristirahat setelah perjalanan panjang hari ini.

Sekembalinya dari mandi, aku tidak melihat Sande ada di kamar, kemungkinan besar ia sedang pergi entah kemana sore ini. Tak lama berselang, seseorang mengetuk pintu kamarku dengan lembut. Kusegerakan berpakaian, membukakan pintu, dan dengan santun menyapa seseorang yang ada tepat di depan pintuku yang rupanya adalah seorang wanita. Ia menanyakan kemana perginya rekan kamarku. Aku segera menjelaskan ketidaktahuanku tentang hal itu dan memberikan kemungkinan bahwa rekanku itu akan segera kembali. Karena hari yang semakin menggelap, wanita itu memilih untuk menitipkanku sebuah surat yang ia mohon untuk diberikan kepada Sande.

"Akan segera, segera kusampaikan padanya," jawabku

Wanita itu bergegas pergi dan nampaknya menaiki mobil berwarna kehitaman.

Biar kujelaskan sedikit tentang perawakan wanita ini, dia terlihat masih seumuran denganku, rupanya cukup cantik, rambutnya lurus panjang dengan pakaian tertutup yang rapi, cara bicaranya agak keras, membuatku sedikit kaget saat pertama mendengar ucapannya. Walau begitu, terlihat dia adalah wanita yang cukup terpelajar.

Karena hari yang makin gelap, kuputuskan untuk menutup pintu rapat-rapat. sebelum itu terdengar seorang penjual sate samar-samar memanggil pembelinya. Kubeli dua bungkus, untukku dan untuk rekan kamarku. Lalu memilih untuk kembali ke kamar. Tak lama seseorang membuka pintu kamarku dengan sedikit keras. Dengan sedikit bau darah yang menyeruak, yang tadinya kukira berasal dari sate yang sedang kumakan, mungkin saja belum dicuci dengan benar, rupanya itu datang dari rekan kamarku.

Jujur saja, aku berniat bertanya-tanya tentang apa yang baru saja ia lakukan. Keinginanku untuk bertanya langsung dipatahkan olehnya yang tiba-tiba saja lebih dahulu bertanya hal random tentangku.

Ia menatap dalam-dalam sate yang kumakan sembari bertanya,

"Kau muslim?"

Kuiyakan dengan wajah penuh bingung. Belum selesai bingungku, entah kenapa Sande langsung merebut daging-daging tusuk yang ingin kugigit, membawanya ke wastafel, mencucinya, dan menatapnya dalam-dalam.

Lihat selengkapnya