ASLOVEGOESBY

Arisyifa Siregar
Chapter #1

1. Idola Bersama

11 September 2018..

Dia duduk di sana, memandang dengan tatapan penuh sesal yang susah dideskripsikan dengan kata-kata. Meski sudah sejak tadi mati-matian berusaha, Yiran nyatanya tak sanggup untuk tak menengok ke arahnya. Melihat sorot mata itu Yiran tercekat, nafasnya berhenti di tenggorokan, dadanya berat menanggung semua perasaan campur aduk yang tiba-tiba memenuhi benaknya.

Rasa sakit, rasa kecewa dan rasa rindu yang ia kira sudah lama pergi meninggalkan hatinya, naik ke permukaan dan membuncah tak terhingga. Wanita yang sudah bertahun-tahun menghilang itu, muncul begitu saja tanpa aba-aba. Membuat keyakinan Yiran bahwa dirinya selama ini sudah baik-baik saja, runtuh seketika. Ia tersadar hatinya masih tertambat di tempat yang sama, dan cintanya masih sebesar sedia kala.

Namun semua pertanyaan yang selama tiga tahun ini mengusik benaknya tak mudah untuk diabaikan begitu saja, meski ia sangat ingin untuk segera menyambangi gadis yang kelihatan sangat berbeda penampilannya itu, ia tahan sekuat tenaga. Tak ingin terjerumus pada perasaan naif yang sama, Yiran mengalihkan pandangannya.

***


Tiga tahun sebelumnya.

Jakarta 15 Januari 2015.


Raina Violita, seorang gadis delapan belas tahun yang kehidupan sehari-harinya cenderung biasa-biasa saja. Walaupun sibuk sekolah dan menjalani nasibnya yang lahir di keluarga pas-pasan juga selalu kekurangan uang, seperti kebanyakan remaja lainnya, dia sebenarnya bisa dibilang dia punya pengalaman tentang cinta. Ia pernah punya pacar dan juga merasakan putus cinta.

Meski begitu sebagai siswa tingkat akhir di sekolah menengah atas, Raina saat ini merasa tak punya waktu untuk romansa sekolah lainnya. Tak ada waktu untuk mengenal cowok baru, pendekatan, jatuh cinta, dan patah hati lagi. Ditambah lagi luka patah hatinya baru sembuh belum terlalu lama. Raina sama sekali tak ada niatan untuk jatuh cinta dalam waktu dekat.

Kendati tak punya prestasi, kemampuan Raina ada di bidang Bahasa, dia tertarik mempelajari bahasa apapun. Cita-citanya menjadi interpreter, tapi kesulitan ekonomi memaksanya  untuk tak mengharapkan bangku kuliah. Sungguhpun jauh di dalam benak yang ia kubur dalam-dalam, ia sangat ingin melanjutkan studinya setelah lulus sekolah. Apa daya uang tak punya. Dia harus fokus untuk lulus sekolah dan segera cari kerja.

Pagi demi pagi, hari demi hari ia lewati hampir seperti robot, berangkat sekolah sebelum matahari terbit, sampai rumah lagi saat matahari terbenam. Menjalani kehidupannya yang membosankan dan menekan dirinya untuk punya impian. Entah kapan terakhir kali dia merasa menginginkan sesuatu atau memimpikan suatu pencapaian dalam hidupnya. Raina benar-benar menjalani hari demi hari dengan sekedarnya.

Sampai munculnya hari tak terduga ini. Hari pertama masuk sekolah setelah liburan semester satu, di pagi dengan sinar matahari yang cukup terik dan panas mengenai kulit ini, di saat ia sedang berdiri di dalam barisan kelasnya sambil menahan kantuk dan lelah karena semalaman begadang mencari lowongan kerja, di waktu upacara bendera yang tak pernah menjadi kegiatan yang ia suka ini tak kunjung dimulai, sesuatu yang baru muncul di hidupnya yang membosankan.

Raina sedang berdiri dengan melipat kedua tangannya di depan perut sambil memejamkan matanya, saat menyadari suara dari obrolan pada siswi perempuan di masing-masing barisan lebih ramai daripada biasanya. Beberapa bahkan terdengar memekik tertahan, ada yang menghentak kakinya sambil jejingkrakan. Kehebohan ini tak kunjung redam bahkan semakin menjadi saat pembina upacara menyampaikan pidatonya di atas podium.

Raina terusik, makin ia pejamkan matanya makin suara mereka mengganggu telinga. Ia pun membuka mata dan perlahan menengok ke sekitar. Didapatinya semua cewek di lapangan ternyata saling berbisik dan memekik sambil melihat ke satu arah yang sama. Mengerutkan dahinya heran, Raina memutar badannya sedikit ke belakang, mengecek ke arah mereka memandang.

Lihat selengkapnya