ASLOVEGOESBY

Arisyifa Siregar
Chapter #2

2. Keputusan Impulsif

Raina melangkah keluar ruangan dengan nafas tertahan di tenggorokan. Seiring menjauh dari pintu ruangan langkah pelannya menjadi lebih cepat, semakin cepat dan makin cepat hingga akhirnya dia berlari masuk ke toilet terdekat. Dengan tubuh yang sedikit gemetaran ia berdiri di depan wastafel. Menatap bayangan dirinya sendiri di cermin sambil menarik nafas dalam-dalam, mengisi kembali paru-parunya dengan oksigen.

Senyum merekah, wajahnya memerah. Raina buru-buru menepuk kedua pipi tembemnya, berusaha mengembalikan fokusnya yang menghilang beberapa saat lalu. Apa yang barusan ia dengar di ruangan Wakasek hampir seperti keajaiban.  Seumur hidupnya Raina tak pernah menang dalam lomba, undian atau kuis apapun. Sejak dulu ia sudah mencap dirinya sendiri sebagai manusia yang jelek peruntungannya. Namun hari ini sepertinya dia harus meminta maaf pada Tuhan dan dirinya sendiri karena telah sok tau perihal nasib kehidupannya. 


Beberapa waktu lalu, saat masih di dalam ruangan Wakil Kepala Sekolah memperkenalkan Yiran. “Ini Yiran,” katanya. “Dia murid pindahan di kelas IPA.” Ia berdehem. “Seperti yang kamu tau, Raina, beberapa bulan lagi kita akan menghadapi ujian akhir, saya sangat paham kalau kamu sibuk belajar,” Farida terdiam sebentar, melirik ke arah Yiran yang tak mengucapkan apapun sejak masuk ke ruangan, lalu menatap ke arah Raina lagi.

“Saya sudah lihat, diantara semua murid kelas Bahasa, nilai Bahasa Indonesia, Inggris, dan Korea kamu yang paling stabil dan cukup tinggi. Yiran ini kebetulan murid berprestasi di mata pelajaran Fisika dan Matematika, tapi ada sedikit ketertinggalan di mata pelajaran Bahasa. Jadi untuk persiapan ujian akhir saya mau minta kamu untuk berbagi dengan Yiran, semua pelajaran dan ujian-ujian yang sudah lewat.”

Raina terdiam bingung, di samping jantungnya yang makin berdegup tak karuan karena mencium aroma parfum Yiran yang sangat maskulin tanpa menusuk hidung, Raina juga tak benar-benar paham dengan maksud perkataan Wakasek. “Maaf, Bu. Maksudnya berbagi tu saya sharing catatan dan soal-soal ujiannya aja atau gimana?”

Farida berdehem, ia berusaha tak mengeluarkan nada bicara yang terdengar menekan, “Maksudnya kamu tolong bantu Yiran belajar di mata pelajaran Bahasa.”

“Ck!” Decak Yiran nampak tak senang.

Dari ekor mata Raina melihat gelagat Yiran yang tak nyaman dengan situasi ini. Membuat Raina yang hampir menjingkrak kesenangan karena sudah berimajinasi jauh tentang kesempatan belajar bersama dengan Yiran, menjadi tersadar kalau hal ini mungkin saja tidak menguntungkan baginya dan langsung berpikir ulang.

Pertama, dia sendiri tak cukup percaya diri. Sejauh ini dia sudah berusaha belajar lebih keras dari biasanya, tapi dia masih tak yakin bisa lulus di beberapa mata pelajaran. Bagaimana bisa membagi waktu belajarnya untuk orang lain kalau dirinya sendiri saja merasa tak mampu.

Kedua, dia tahu dia tak punya bakat mengajar, meski banyak dipuji orang sekitar bahwa dia pribadi yang sabar, nyatanya ia cenderung tidak sabaran dan gampang emosi kalau menjelaskan pelajaran ke orang lain yang tidak bisa langsung paham. Duna salah satu korbannya, ia seringkali kena dampak dari omelan Raina ketika sedang kerja kelompok dan membahas materi pelajaran.

Jelas dua alasan ini menjauhkan angan-angan tentang kesenangan yang akan dia dapatkan jika belajar bersama Yiran. Ia mulai takut,  bukannya dekat dengan Yiran, bisa-bisa dirinya malah menjadi orang pertama yang dinilai bodoh dan tak sabaran oleh Yiran. Membayangkannya membuat Raina hampir bergidik.

Melihat Raina terdiam dengan penuh pikiran dibenaknya, Farida kembali berdehem.

“Saya akan bantu kamu untuk bisa kuliah,” ucap Farida langsung mendapat perhatian Raina.

“Maksudnya, Bu?” Tanya Raina takut salah dengar.

“Saya akan buat surat rekomendasi, bantu melengkapi persyaratan, dan mencari berbagai pintu untuk bantu kamu dapat beasiswa untuk masuk Universitas Swasta atau Negeri.” Paparnya. Saat dilihatnya Raina masih terdiam kebingungan ia buru-buru menambahkan, “plus beasiswa yang bisa mendapat tunjangan hidup kalau bisa.”

Lihat selengkapnya