ASLOVEGOESBY

Arisyifa Siregar
Chapter #4

4. Cerminan diri

Sama seperti tadi pagi, di sore dengan matahari hampir terbenam sepenuhnya ini Raina menunggu di ujung lobi sambil celingak-celinguk kanan-kiri. Tadi saat keluar kelas, Raina melihat Yiran berjalan ke arah ruang Wakasek dan masuk. Merasa ada kesempatan untuk kembali mencegat Yiran, dengan pengalaman tadi pagi yang tak terlalu buruk.  Ia memilih tidak langsung pulang dan menunggu Yiran di depan pintu ruangan Wakasek, tapi sudah sepuluh menit ia menunggu, Yiran belum juga keluar. Ia pun memilih untuk menunggu di lobi karena tempat ini pasti akan dilewati Yiran nanti. Sambil menyaksikan sekolah yang semakin sepi karena murid lain berangsur pulang, Raina bolak balik keliling lobi.

Waktu ia tengah duduk sambil meluruskan kedua kakinya di kursi lobi, terdengar langkah kaki mendekat. Raina pun bergegas bangun, berdiri tepat di tengah lobi dan memasang senyum lebar “Hai!” sapanya terlalu riang untuk Yiran yang tampak mood-nya lebih buruk dari tadi pagi.

Mood Yiran berantakan, seharian ini semua orang benar-benar membuatnya kesal. Melupakan niatnya untuk mengembalikan buku Raina saat mereka bertemu lagi. Yiran mengacuhkan gadis ini dan berjalan melewatinya. 

Hidung Raina berkerut saat memandang wajah Yiran. Dia baru menyadari sesuatu yang tidak sempat ia sadari tadi pagi, “Muka lu kenapa?” tunjuknya.

Tak ada jawaban, langkah Yiran tak melambat sedikitpun dan dalam beberapa langkah dia akan meninggalkan lobi.

“Eh Yiran, tunggu!” Raina mengambil tasnya di kursi lobi dan berlari mengekor. “Tunggu!” Tanpa sadar Raina menarik pergelangan tangan cowok jangkung ini.

Yiran berbalik badan dan menghempas tangan Raina cukup kencang hingga membuat tubuh Raina berayun mundur dan hampir terjatuh, “Bisa ga usah ganggu terus ga sih!” bentaknya.

Mata Raina melebar, ia mematung kaget. “So-sorry, gue cuma mau...” jawabnya gagap.

“Mau apa?” potong Yiran dengan mata menyala.

“Gue, kan, Bu Farida, minta gue, bantu..” ucap Raina putus-putus, cowok bertubuh tinggi dengan suara berat di hadapannya ini benar-benar membuat nyalinya ciut.

“Bantu apa?” Ujung mulut Yiran sedikit terangkat, samar namun terlihat ia menyunggingkan senyum sinis. “Gue apa lu yang perlu dibantu? Lu emang hobi ganggu orang?”

Dahi Raina berkerut, nyali ciutnya berganti dengan rasa kesal yang dengan cepat menyelimuti benaknya. Meskipun dia sadar dia memang cukup mengganggu, tapi respon Yiran jelas berlebihan dan keterlaluan. “Sorry kalau lu ngerasa diganggu,” ucap Raina dengan suara mulai gemetar. “Emang bener gue yang butuh.” Ia menatap Yiran dengan mata memerah dan kedua tangannya mengepal kencang. Rasa tersinggung ini membuatnya tak bisa menahan diri. “Terus kenapa kalau gue butuh?” sambungnya.

Lihat selengkapnya