ASLOVEGOESBY

Arisyifa Siregar
Chapter #7

7. Bukan Keputusan yang Buruk

Mata Yiran memicing, mengamati cewek-cewek yang masuk ke dalam kafe. Salah satu diantaranya mengenakan baju merah terang yang mencolok di mata. Membuatnya seketika ingat sosok yang dipandang Raina dari luar jendela sampai mendadak  mengubah lokasi belajar tadi. Menarik kesimpulan dengan cepat, entah apa yang sebenarnya terjadi tapi sepertinya Raina menghindari cewek-cewek ini.

Sementara itu begitu memasuki kafe Lisa langsung menyadari keberadaan Yiran. Matanya berbinar dan langsung menarik-narik ujung kaos Cindy yang berdiri paling dekat dengannya. Ia menggedikkan dagunya sedikit, mengisyaratkan Cindy agar melihat ke arahnya memandang. Menengok ke Yiran, seketika Cindy menekap mulutnya yang terbuka lebar dengan histeris.

Bukannya langsung mencari bangku untuk diduduki, mereka berempat malah berjalan ke arah toilet. Di ambang pintu toilet Lisa mencegah Cindy dan yang lain untuk masuk, “Elu pesen minuman aja dulu, gue mau dandan bentar!” ucapnya. Selalu menuruti permintaan Lisa, Cindy dan yang lain langsung mengangguk dan bergerak ke area makan.

Yiran melihat tiga cewek itu datang ke arahnya. Mereka memilih meja yang tepat di samping mejanya. Saling berbisik dan terus melirik. Yiran melempar pandangan ke arah pintu toilet yang samar-samar terlihat dari tempat duduknya, lalu melirik ke arah jam tangannya. Sudah hampir sepuluh menit, dan Raina belum kembali. Saat pintu toilet terbuka, yang terlihat keluar malah si cewek dengan baju merah menyala tadi. Kalau benar dugaannya, Raina tak akan keluar dari dalam sana.


Lisa berjalan menuju ke meja yang teman-temannya sudah tempati. “Eh! Hai Yiran!” sapanya natural seakan-akan belum melihat Yiran sebelumnya.

Tak menyahut, Yiran menyapu pandangannya ke cewek tinggi kurus berambut coklat sebahu dan menggunakan perona pipi di kulitnya yang putih pucat itu.

Merasa diperhatikan Yiran, rasa percaya diri Lisa meningkat. Ia menyapukan pandangannya ke meja Yiran dan langsung bertanya “Sama siapa?” karena melihat dua gelas minuman dan dua piring makanan. 

Lagi-lagi Yiran tak menyahut. Sebelah alisnya terangkat, merasa terganggu dengan tingkah sok akrab cewek ini. Sekali lagi ia melirik ke arah toilet. Tidak ada tanda-tanda Raina keluar dari sana. Sepertinya memang benar, Raina mungkin tak mau keluar karena ia tahu ada cewek-cewek ini di sini.

Yiran mendengus, tak paham apa masalahnya, tapi ia langsung bergerak merapikan buku dan alat tulis yang ada di atas meja lalu memasukkannya ke dalam tas Raina.

Lisa memperhatikan Yiran yang tengah beranjak bangun sambil memeluk ransel putih yang nampak tak asing baginya. Menyadari kini Yiran berdiri di hadapannya, pandangan Lisa teralih dari ransel ke wajah Yiran. Memasang senyum paling manis yang dia bisa.

“Siapa yang namanya Lisa?” Tanya Yiran tiba-tiba.

Senyum di wajah Lisa seketika menghilang. Sama sekali tidak senang, ia tersinggung pertanyaan barusan.

Melihat cewek di hadapannya tak menjawab, Yiran menoleh ke tiga cewek yang duduk di meja sebelah. “Siapa yang namanya Lisa?” ulangnya ke tiga cewek yang langsung menunjuk ke arah Lisa dengan ragu-ragu.

Oh, jadi ini. Yiran memandang acuh tak acuh ke cewek setinggi bahunya itu. Sementara di depannya Lisa membisu tak percaya ada cowok di sekolah yang tidak mengenalnya. Saat Lisa masih mematung dan belum bisa menerima kenyataan, Yiran yang menanyakan namanya malah melewatinya dan pergi begitu saja tanpa penjelasan apapun.

Cindy, Meita dan Nanda saling lempar tatap, keadaan kikuk ini baru sekali mereka alami dan tak tahu bagaimana cara mengatasinya. Mereka tak berani membuka mulut untuk membahas tentang Yiran ataupun kejadian barusan saat Lisa duduk di samping Cindy dengan wajah merengut.


Beberapa menit kemudian Raina yang sudah berhasil keluar kedai berlari-lari kecil ke arah Yiran yang berdiri menunggunya di depan jalan. Tersenyum lebar menyambangi Yiran yang menyambutnya dengan lirikan sinis. “Hehehe,” Ia nyengir kuda, “Maaf!” ucapnya sambil mengambil ransel dari tangan Yiran dan mengenakannya.

Seperti biasa tak ada jawaban apapun dari mulut cowok ini, ia malah melipat kedua tangannya di depan perut dan melihat ke arah langit yang sudah kembali terik.

“Eh!” Raina menggigit bibirnya, “Tapi lu tau nomor gue dari mana?”

“Bagus,” jawab Yiran pelan bertepatan dengan terdengarnya suara seseorang memanggil Raina.

Raina dan Yiran otomatis menengok ke sumber suara di seberang jalan. Seorang gadis bertubuh sekitar seratus lima puluh lima sentimeter dan berwajah bulat, berlari menyeberangi jalan dan menyambangi mereka.

Lihat selengkapnya