ASLOVEGOESBY

Arisyifa Siregar
Chapter #13

13. Cek Perasaan

Yiran mengoleskan mentega di rotinya, duduk di depan meja makan bundar yang kosong tanpa sarapan pagi. Di sisi lain meja ada Sinta duduk sambil menyantap roti dengan tangan kiri sementara tangan kanannya sibuk mengetik di layar ponselnya. Sudah sepuluh menit mereka saling berhadapan namun tak ada satu percakapan terdengar. Sesaat kemudian datang seorang anak cowok berumur sepuluh tahun duduk di satu bangku lain di antara keduanya.

“Pagi, Kak!” Sapanya riang, tak dijawab satu pun dari kedua kakak tirinya.

Tak lama datang Farida, Ibu tiri Yiran yang tak lain adalah Wakil Kepala Sekolahnya, ikut duduk di samping anak tadi yang tak lain adalah anak kandungnya, Dito. Yiran menenggak air minumnya, bergegas bangun dari kursi.


Melihat Yiran yang lagi-lagi menghindarinya Farida berdehem. “Yiran, gimana sesi belajar barengnya, udah ada kemajuan?” Tanyanya kedengaran sedikit menekan.

Yiran terdiam sejenak, ia menyahut tanpa menengok, “Urusin aja beasiswanya.” Lalu menyampirkan tali tasnya di bahu dan berjalan keluar rumah.

“Ck! Bener-bener gak ada sopannya!” decak Farida.

Mendengar gumaman Farida, Sinta tertawa sinis, cewek yang sedang mengambil gelar master untuk jurusan manajemen bisnis itu ikut beranjak dari kursi. Diam-diam ia mempercepat langkahnya dan menyusul Yiran. “Beasiswa apaan?” tanyanya begitu sampai di sisi Yiran.

Yiran tak menyahut, melirik sekilas lalu masuk ke dalam mobil. Bibir Sinta mengerucut, tadi ia menertawakan ibu tirinya tapi kini ia setuju dengan Farida kalau Yiran memang tidak sopan. Sambil mendengus, ia jalan menyeberang dan menyambangi mobil pacarnya yang sudah menunggu.

Dari dalam mobil Yiran memperhatikan, mobil sedan berwarna merah mencolok itu selalu membuat sakit mata  setiap kali ia melihatnya. Walau begitu, ada bagusnya mobil itu terlihat setiap pagi, sejak pacaran dengan cowok ini Sinta tak perlu berangkat kuliah bareng Yiran lagi. Dan Yiran sangat nyaman akan hal itu.


Mobil mulai berjalan, Pak Anto yang sudah menjadi supir Yiran selama lima tahun, mencuri pandang ke Yiran dari kaca spion. Sangat menyayangkan remaja yang ganteng dan pintar ini tubuh menjadi pribadi yang anti sosial seperti ini. Sambil mengemudikan mobilnya Pak Anto ingat cerita dari pengurus rumah tangga keluarga Yiran saat dia baru mulai bekerja. Keluarga ini mungkin kelihatan normal dari luar, padahal sangat tak karuan hubungannya di dalam. Sinta, anak dari pernikahan pertama,  perceraian pertama terjadi saat Sinta berumur 5 tahun. Barulah Alex, Ayah Yiran menikah dengan ibu Yiran, Yiran lahir setahun kemudian.

Entah apa masalahnya, pernikahan itu kembali gagal saat Yiran berumur tiga belas tahun. Sempat berhubungan dengan banyak wanita lain, Alex akhirnya menikah dengan Farida setahun lalu, kebetulan Farida sudah punya anak dari pernikahannya sebelumnya, Dito. Anak itu bergabung dalam kerumitan hubungan persaudaraan di keluarga ini.

Sadar Pak Anto melihat ke arahnya berkali-kali, Yiran melirik. Pak Anto buru-buru memandang lurus ke depan jalanan dan tak menengok-nengok lagi. Padahal sudah bertahun-tahun antar jemput Yiran kemana pun, belum pernah sekalipun mereka benar-benar mengobrol. Yiran juga tak pernah terlihat benar-benar punya teman dekat, pria ataupun wanita. Makanya dengan seringnya mengantar Raina pulang, Pak Anto berharap kali ini Yiran bisa sedikit terbuka dengan orang lain. Diam-diam ia mendoakan terbaik untuk Yiran yang sebenarnya sudah dianggap seperti anaknya sendiri.

***

Mata Kavi berkedip-kedip dengan cepat memandangi layar ponselnya. Ia membaca dengan seksama setiap tulisan dan komentar yang ada di postingan instagram seorang yang pastinya adalah siswa di sekolahnya. “Sial!” umpatnya, buru-buru berlari keluar kelas dan menyambangi kelas Lisa.

“Lisa!” panggilnya emosi. Nanda, Meita dan Cindy sampai melotot kaget melihat Kavi yang berdiri di ambang pintu kelas mereka dengan mata menyala.

“Sini! Gue mo ngomong!” panggil Kavi.

Lisa yang sudah menduga apa yang akan Kavi bicarakan, bangkit dari kursinya malas-malasan. Bergerak menyambangi Kavi dan keduanya bergeser ke depan pintu ruang penyimpanan keperluan olahraga.

“Ini kerjaan lu?” Kavi menunjukkan layar ponselnya ke Lisa yang melirik ogah-ogahan.

“Bukan,” sahut Lisa singkat sambil melipat kedua tangannya di depan perut.

Kavi menggertak gigi geram, “Gue udah bilang sama lu dua minggu lalu, jangan ganggu-ganggu Raina lagi! Kejadian setahun lalu bahkan belum gue maafin, gue tau lu sengaja ngelakuin itu buat jauhin gue sama Raina. Kalau sekarang lu bertingkah aneh lagi. Jangan harap bisa tenang sekolah disini! Ini peringatan terakhir gue kalau gak lu dan temen-temen lu bakal nyesel!” ancam Kavi dengan suara pelan namun penuh penekanan.

Lisa terdiam, ucapan Kavi membuatnya takut sampai tak bisa menyahut, dan orang yang ia lihat berdiri di belakang Kavi lebih membuatnya tak bisa berkutik. Kavi memicingkan mata saat melihat Lisa fokus ke arah lain. Ia menengok dan mendapati Yiran berdiri beberapa langkah di belakangnya.

Terdiam tanpa ekspresi, Yiran yang menghentikan langkahnya saat nama Raina disebut-sebut tadi menatap Kavi dingin.

Lihat selengkapnya