ASLOVEGOESBY

Arisyifa Siregar
Chapter #25

25. Tak Ingin Bertemu

Sesampainya di kamar kos, Raina langsung membongkar koper dan membereskan barang-barang. Meskipun masih terlalu pagi, ia memilih untuk tidak tidur lagi karena tadi sudah cukup banyak tidur di dalam mobil.

Kamar dengan luas dua puluh lima meter persegi itu punya kamar mandi dan dapur kecil di dalam. Kavi dan Tami yang sibuk mencarikan untuk dia sejak beberapa bulan lalu. Raina terima beres, kedua pasangan itu selalu seratus persen dalam hal mendukung dirinya.

Asik beberes dengan barang yang tak seberapa banyak. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Raina duduk beristirahat di pinggir kasur sambil meraih ponselnya yang tak disentuh sejak tadi. Baru menyadari ada chat masuk dari Kavi yang belum ia baca.

“Nggak jauh dari sini, bisa jalan kaki.” Gumamnya saat membaca alamat kafe yang dikirim Kavi. Ia pun tersenyum senang. Memang Kavi dan Tami tak pernah mengecewakannya. Kosan ini cuma dua kilometer dari kampus dan  satu kilometer dari kafe milik Kavi. Mereka benar-benar mencari lokasi kosan yang strategis untuk mempermudah Raina bolak-balik karena harus kuliah sambil kerja di kafe Kavi nanti.

Kavi, mantan pacar yang sekarang jadi pacar temannya itu benar-benar banyak bersumbangsih pada hidupnya dua tahun terakhir ini. Untung saja setahun lalu dia mulai pacaran dengan Tami. Kalau tidak, Raina akan terbebani dengan kebaikannya itu. Dan justru karena sekarang Kavi adalah pacar Tami, Raina malah jadi bebas meminta tolong ini itu, terang-terangan mengandalkannya dalam banyak hal. Sekali saja Raina sungkan, Tami turun tangan langsung mendorong Kavi untuk buru-buru membantunya.

Raina menyapukan pandangannya ke seluruh sudut kamar kosnya dan memastikan semuanya sudah cukup rapi. Ia pun berjalan ke arah jendela, membuka tirai dan membiarkan matahari pagi masuk sambil termenung sejenak.

Lusa dia sudah mulai masuk kuliah, sungguh ia tak sabar menantikannya. Walaupun telat tiga tahun,  akhirnya impiannya untuk kuliah tercapai. Meski tak bisa mengambil jurusan Sastra seperti rencananya dulu, Raina tetap bersyukur. Kini ia hanya mengharapkan semoga kedepannya cuma hal-hal baik yang terjadi.

***

Berdandan sebentar di depan cermin bundar di dalam kamar mandi. Menggunakan lip cream warna pink yang lembut dan memakai sedikit perona pipi dengan warna senada. Raina menatap bayangan wajahnya di cermin sekali lagi. “Oke!” gumamnya.

Dengan mood yang sangat baik, ia berjalan keluar dan mengunci pintu kamar kosnya. Menyapa penghuni lain saat berpapasan di lorong dan tangga sambil meninggalkan kosan. Menyebarkan pandangannya ke sekitar, sepanjang jalan Raina melihat mobil yang berlalu-lalang di samping trotoar yang dilewatinya. Mungkin karena lingkungan kampus, sabtu pagi daerah ini terlihat cukup sepi kendaraan. Raina menghirup nafasnya dalam-dalam, sudah lama ia tak mencium asap knalpot di jalanan Jakarta seperti ini. Mendadak tertawa sendiri dengan tingkah konyolnya.

Tak berapa lama berjalan kaki ia melihat kafe berdinding kaca, KAVFE, ia membaca nama kafe Kavi itu. Tersenyum mengingat betapa lucunya Tami dan Kavi beberapa bulan lalu berdebat meributkan nama kafe ini saat melakukan panggilan video call dengannya. Sebenarnya boleh dibilang pada akhirnya pemilihan nama ini juga atas campur tangan Raina, yang menengahi perdebatan mereka berdua yang tak ada habisnya.

Mendekat ke pintu kafe yang jelas masih tutup karena baru buka jam sepuluh pagi, Raina menempelkan wajahnya di kaca pintu sambil mengintip ke dalam. Seseorang di dalam melihatnya, melambaikan tangan dan menghampiri untuk membukakan pintu.

Lihat selengkapnya