ASLOVEGOESBY

Arisyifa Siregar
Chapter #27

27. Percikan Emosi

Yiran berjalan sambil termenung, tak mendengar apapun yang dikatakan oleh teman-temannya di sampingnya. Lorong tersedak oleh para mahasiswa baru yang masih terlalu bersemangat setelah menyelesaikan kegiatan orientasi pertama. Matanya secara tak sengaja tertuju ke Raina yang berjalan cukup jauh di depannya. Kelihatan sedang berkenalan dan berbincang cukup ceria dengan teman-teman baru di sebelahnya. Dadanya kembali terasa perih, melihat senyum yang merekah di wajah Raina sementara dirinya sedang tersiksa oleh perasaan, otot menegang di lehernya.

Semakin keluar area gedung A, semakin sedikit orang yang berjalan di sekitar. Yiran yang semestinya berbelok ke arah parkiran malah membiarkan langkah kakinya terus lurus menuju gerbang kampus seperti yang saat ini sedang Raina lakukan. Langkahnya pelan dan menjaga jarak, berbarengan dengan Greg dan Evan yang sibuk berdebat tentang MABA yang menurut mereka lebih cantik. Pandangannya tak lepas dari Raina yang sekarang sedang berdiri di depan gerbang.

Langkahnya terhenti saat mobil sedan hitam berhenti tepat di hadapan Raina. Matanya berkelebat saat melihat Tami keluar dari pintu penumpang depan mobil. Ia merangkul bahu Raina sambil mengusap-usap lengan Raina yang samar-samar terlihat sedang berbicara sambil bersungut. Seakan tak cukup membuatnya kaget, muncul Kavi yang ternyata adalah si pengendara mobil. Terlihat menjulurkan kepalanya dari dalam mobil dan menyerukan sesuatu ke Raina sambil tertawa.

Yiran berdiri mematung, mengepal kencang hingga pembuluh darah di punggung tangannya timbul. Lelucon apa yang sedang ia lihat. Nafasnya menderu terpancing emosi. Tak mengerti akan apa yang sedang ia lihat dengan matanya.

Sadar Yiran tak disampingnya lagi, Greg dan Evan menghentikan obrolan mereka dan menengok. “Kenapa dia?” bisik Greg ke Evan, bingung melihat Yiran yang terdiam dengan wajah merah dan rahang mengatup rapat.

“Nggak tau,” sahut Evan. “Ran? Yiran?” panggilnya.

Yiran tak menyahut. Kilasan kenangan tiga tahun lalu muncul begitu saja di pikirannya. Waktu untuk sekian kalinya ia bertanya ke Kavi apakah ada kabar tentang Raina, Kavi konsisten selalu menggeleng. Terakhir saat acara kelulusan, Kavi malah memberikan nasihat yang sampai sekarang masih ia ingat dengan jelas.

“Saran gue, lu harus coba lepasin dia. Meskipun lo nggak tau apa yang sebenarnya terjadi, tapi gue udah kenal Raina lebih dulu. Berdasarkan pengalaman gue juga, yang lu sendiri pasti udah tau, Raina gak akan cerita apa yang dia alami.” Ia menepuk-nepuk bahu Yiran, “Buat kebaikan elu sendiri, belajar buat lepasin.” Tutup Kavi sambil berjalan meninggalkan aula acara. Itu terakhir kali Yiran bertemu dan bicara dengannya. Yiran tak pernah menghubunginya lagi karena percaya kalau Kavi juga sama tak tahunya dengan dia.

Kini melihat Raina sedang masuk ke dalam mobil itu bersama Tami dan Kavi, Yiran tak mampu mengontrol emosi. Matanya menyala dan rahangnya mengeras, pikirannya mulai kalut sampai tak bisa mendengar dan melihat apapun dengan jelas. Tak menggubris pertanyaan Greg dan Evan yang berkali-kali mengecek kondisinya, ia berbalik badan, berjalan menuju ke parkiran dan langsung masuk ke dalam mobil.

***


Kavi melirik ke Raina lewat kaca spion. Gadis itu terdiam dengan kedua tangan melipat di depan dada. Ia lalu melemparkan pandangan ke Tami yang sedang memutar tubuhnya menengok ke belakang.

“Jangan lama-lama dong marahnya,” bujuk Tami.

Lihat selengkapnya