ASLOVEGOESBY

Arisyifa Siregar
Chapter #30

30. Masih Belum Dimaafkan

Raina memandang isi lemarinya, mencari baju yang paling cantik yang bisa digunakan untuk menyambut hari baik ini. Pilihanya sampai ke gaun brokat lengan pendek sepanjang lutut berwarna merah muda. Gaun yang sengaja dibeli untuk kuliah dan belum pernah ia pakai itu langsung dikenakan. Hari ini dia menata rambutnya sedikit lebih ikal, menggunakan jepitan kecil berwarna perak untuk menahan rambut sebelah kanannya agar tak keluar saat diselipkan di belakang telinga. Poninya disisir rapi menutupi dahinya.

 Setelah menggunakan lipstik dan perona wajah, Raina berlari-lari kecil ke depan pintu kamar sambil menggantungkan tas di bahu. Tanpa pikir panjang langsung memilih sepatu mary jane putih untuk dipakai hari ini. Hari ini hari terakhir masa orientasi, dimana ia akan kembali bertemu dengan Yiran selama sepanjang hari nanti. Karena itu ia berusaha tampil semaksimal mungkin di hadapan Yiran, sekaligus merayakan kembali baiknya hubungan mereka.

Berjalan meninggalkan kosan. Raina tak henti-hentinya tersenyum, masih terbayang-bayang kejadian semalam. Terbayang setiap kata-kata Yiran dan semua ekspresi wajahnya. Ia benar-benar bersyukur, bisa memiliki kesempatan untuk menjelaskan semuanya, bahkan kesempatan itu ternyata datang dengan cepat. Mungkin sedikit tamak, tapi ia membiarkan dirinya berharap Yiran sudah memaafkannya. Berharap mereka bisa pelan-pelan memulai menjadi dekat lagi.

Raina mampir sebentar ke kafe untuk membuat kopi sebelum berangkat ke kampus, dibuat dengan tangannya sendiri meskipun dalam pengawasan dan arahan Rian. Sepanjang jalan menuju kampus pipinya merona, langkahnya riang. Tersenyum tanpa henti sampai wajahnya pegal dan dia malu sendiri.

Tapi ternyata senyum itu menghilang seketika saat memasuki pintu aula. Di dalam aula, ditempat para senior biasa duduk, Yiran sedang duduk berdampingan dengan Ruth, wajah mereka cukup dekat dan volume suara mereka sangat  rendah hingga tak terdengar apa yang sedang mereka berdua bicarakan.

Bergeming sejenak di ambang pintu. Raina menimbang-nimbang harus kah ia mengurungkan niatnya untuk memberikan kopi di tangannya ke Yiran. Di saat yang sama dari ekor mata Yiran menyadari kehadiran Raina dan menengok. Mendapati Yiran tengah melihat ke arahnya, memanggil memori otaknya tentang perkataan dan sikap Yiran semalam, Raina memberanikan diri untuk melanjutkan rencananya. Yakin Yiran dan Ruth tidak ada hubungan apa-apa. Yakin kalau setidaknya dia masih ada di hati Yiran.

Meski sudah melangkah dengan yakin, ternyata keberanian Raina tak sebesar yang dikira. Dia bertingkah konyol dengan meletakkan kopi di meja Yiran dan langsung kabur tanpa berkata apapun. Sambil berjalan ke arah kursinya Raina mengumpat kebodohan dirinya sendiri. Ternyata nyalinya tak bisa diandalkan.

Ruth mengernyitkan dahi, melihat ke segelas kopi yang ada di hadapan Yiran. “Hati-hati sih, Ran!” bisiknya curiga saat Yiran memegang dan menatap segelas kopi pemberian Raina.

Tak menyahut, Yiran malah membuat mata Ruth melotot seakan mau meloncat keluar saat melihatnya langsung menenggak kopi itu, Ruth hampir menganga saat melihat sesudah menenggaknya Yiran menyungingkan senyum.

Tak banyak yang menyadari kejadian barusan di tengah riuhnya aula kampus, tapi Dina dan Angel berbeda, dia sudah melihat Raina sejak masuk ke dalam ruangan. Keduanya langsung terkesima melihat yang barusan terjadi, dan tak sabar menunggu Raina mendekat.

“Lu ngasih kopi barusan?” pekik Dina, saat Raina duduk di sampingnya dengan wajah memerah malu. “Ke Kak Yiran?”

Raina hanya mengangguk-angguk. Angel menggeser kursinya lebih dekat ke Raina. “Lu kenal dia? Ada hubungan?”

Raina mengangguk lagi. Dina dan Angel memekik histeris, persis cewek-cewek heboh yang sedang menonton adegan romansa dalam drama. Ekspresi mereka berdua mengingatkan Raina pada Tami dan Duna di sekolah dulu. Keduanya benar-benar heboh sampai membuat Moran dan Anton menaruh perhatian pada mereka, dan langsung bergerak mendekat ingin tahu. “Ada apaan sih?” tanya Moran sambil menundukkan kepalanya ke arah tiga gadis yang sedang cengar-cengir itu.

“Urusan cewek!” seru Dina kemudian.

“Ch!” cibir Moran sambil kembali ke tempat duduknya dengan muka ditekuk.

Sementara Anton masih berdiri di hadapan Raina sambil memandangnya dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. “Cantik banget hari ini!” pujinya tulus.

Lihat selengkapnya