Yiran membuka mata perlahan, melihat ke jam yang ada di dinding kamar dan langsung terperanjat karena ternyata sudah pukul enam pagi. Langsung duduk dengan wajah keheranan, tak menyangka dirinya bisa tidur begitu lama. Selama lima bulan terakhir, insomnianya memang berangsur membaik, tapi biasanya dia tak pernah tidur lebih dari lima jam di malam hari. Mengingat dia memejamkan mata sekitar jam sembilan malam, berarti dia sudah tertidur sembilan jam. Entah kapan terakhir dia pernah tidur sepanjang ini. Tubuhnya terasa segar, kepalanya terasa ringan.
Perlahan keluar kamar, Yiran mencium aroma makanan semerbak harum di seluruh rumah. Sayup-sayup terdengar suara Raina dan Tante Wiwid. Mengikuti sumber suara Yiran pun sampai di ambang pintu dapur. Mulutnya bergerak-gerak ragu ingin memanggil Raina yang kelihatan sedang sibuk menggoreng sesuatu dengan mengenakan piama putih seperti yang dia pakai saat Yiran pertama kali melihatnya semalam.
Wiwid berbalik badan dan mengambil sayur di atas meja dan sadar ada Yiran yang sedang berdiri terdiam. “Eh, Yiran! Kenapa?” tanyanya membuat Raina langsung menengok.
“Kamar mandinya dimana, Tante?” Yiran melempar pandangannya ke Raina yang kelihatan langsung pura-pura sibuk dengan penggorengannya lagi. Malu kalau Yiran sampai melihat wajahnya yang masih kucel.
“Oh, itu, belok kanan, pintu yang di kiri.” Wiwid mengarahkan. Yiran mengangguk terima kasih langsung berjalan ke arah kamar mandi.
Beberapa detik kemudian Raina menengok untuk memastikan Yiran sudah tidak ada, langsung mendekati Wiwid dan berbisik. “Tante, kayaknya aku mandi dulu deh!”
Wiwid tertawa paham, “Kan tadi Tante dah bilang mandi aja gak usah bantuin, udah sana!” Dorongnya.
Raina nyengir dan buru-buru lari ke kamarnya untuk mengambil baju dan handuk, tapi saat melihat layar ponselnya yang ada di atas kasur berkedip, ia terpanggil untuk mengecek notifikasi yang masuk sambil duduk di pinggir kasur. Ia membuka pesan masuk dari Tami lebih dulu.
“Na, Yiran sampai dengan selamet, kan? Gue baru tau dia minta alamat rumah lu dari Kavi.”
Mata Raina melotot tak percaya, bisa-bisanya dia lupa menanyakan dari mana Yiran tahu rumah ini padahal dia tak pernah memberitahu sebelumnya. Buru-buru ia sampirkan handuknya di bahu, mengetik cepat dengan kedua tangan, membalas pesan Tami yang ternyata masuk sejam lalu.
“Tanya Kavi? Kok bisa?” kirimnya.
Tami kembali daring dan mengetik balasan sama cepatnya. “Itu dia gue juga kaget pas Kavi ngomong, entah sejak kapan itu cowok berdua dah komunikasi. Gue tanya Kavi dia jawabnya gak jelas. Ya lu tau, lah.”
Raina mengangguk-angguk paham, matanya berputar lalu sambil mesem ia membalas, “Gak apa-apa deh yang penting hubungan mereka sekarang lebih baik berarti. Syukur lah.” Lalu menutup ruang obrolannya dengan Tami dan membuka pesan lain yang masuk.