Warna jingga kemerah-merahan senja itu bagai mencakar cakrawala, yang mengoyak langit dan berganti malam. Semua santri kembali ke asrama masing-masing udah melaksanakan salat Maghrib berjamaah di Musholla Al-Bilal. Sementara Saifullah, Ameer, dan Hamzah tengah menanti Salman yang masih khusyuk berdzikir. Ketiga pemuda itu menantinya tepat di belakang Salman duduk bersila di atas sajadah.
Hamzah mulai menguap, ia buru-buru membungkam mulutnya itu dengan telapak tangan. Salman tak bergeser sedikit pun dari atas sajadahnya. Setelah hampir satu jam, Salman pun beranjak dan terkejut melihat teman-teman asramanya itu tertidur saling tumpang bahu. Ia pun pelan-pelan membangunkan teman-temannya itu. Saifullah, Ameer dan Hamzah terhenyak mendengar suara azan. Mereka bergegas pergi menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Imam salat isya kali ini adalah Mas Bassam, lalu usai melaksanakan salat para santri dimintai untuk tetap berada di tempat karena akan ada pembacaan yasin dan tahlil untuk memperingati haul Guru Sekumpul yang ke 17. KH Muhammad Zaini Abdul Ghani yang biasa dipanggil Abah Guru Sekumpul.
Hal itu bertujuan untuk memberikan pengetahuan serta pencerahan kepada para santri agar bisa mencontoh tokoh para ulama terdahulu yang begitu disiplin dan semangat juangnya dalam mempelajari ilmu agama. Menjadi santri yang memiliki rasa cinta hormat kepada para ulama, penyabar, pemurah, dan kasih sayang terhadap sesama.
Kiai Alim sang penceramah di Haul KH Muhammad Zaini Abdul Ghani, juga memohon pada para santri, agar selalu melapor jika ada bentuk kekerasan fisik maupun kekerasan verbal yang dilakukan oleh santri lainnya atau guru di pondok pesantren ini. Karena semua warga di pondok pesantren ini semua sama, tak ada yang lebih jago, atau merasa buruk. Sebab kita semua tengah belajar bersama-sama di pondok pesantren AT-TAQWA. Mendengar pernyataan dari sang pemimpin pondok, Salman merunduk. Ia merasa telah sering memperlakukan buruk teman-temannya termasuk orang-orang penghuni Asrama Sunan Gunung Jati.
Salman dan teman-temannya berjalan bersama-sama ke asrama. Namun tiba-tiba langkah mereka terhenti karena mendengar suara ketukan langkah kaki yang cepat dari arah belakang. Mereka pun kompak menoleh. Ternyata Mas Bassam tengah meminta untuk berbicara empat mata bersama Salman. Saifullah, Ameer dan Hamzah pamit kembali ke asrama terlebih dulu.
Keduanya duduk di Kuba 'Kursi Baca' tempat yang biasanya dijadikan sebagai berkumpulnya para santri kala sedang membaca buku sambil menikmati suasana gemericik air dari kolam ikan koi yang ada di depan ruang perpustakaan pondok pesantren.
"Abi memintaku untuk meminta kamu menjadi pelatih ekstrakulikuler pencak silat di pondok pesantren ini!" ucap Bassam membuat Salman melotot, "Tolong kamu jangan tolak, anggap saja ini sebagai hadiah pertemanan kita berdua."
"Sorry Sam, Gue enggak bisa!" jelas Salman merunduk, "Jujur aja Gue terpaksa hajar Lo tempo hari lalu!"
Bassam memanyunkan bibirnya. "Mau bilang terpaksa atau enggak, Kamu harus sanggup! Kalau bukan karena aku yang meminta, tolong lakukan ini untuk pondok pesantren AT-TAQWA!" Salman terdiam.
Saat sampai di asrama, Salman memandangi satu persatu teman-temannya yang sudah tertidur pulas. Ia pun duduk selonjoran, dan menyandarkan kepala di tembok sambil menarik napas panjang.
"Lo kenapa? Ada masalah?" tanya Saifullah membuat Salman tersentak.
"Semua ini gara-gara Bassam yang minta Gue buat jadi pelatih pencak silat di pondok ini!" keluh Salman.