Hari kedua ujian tryout sekolah, para santri turun ke halaman pondok pesantren dan berbaris rapi untuk mengikuti ujian praktik pencak silat, di jam pertama. Lalu pada jam kedua melaksanakan ujian membaca Al-Qur'an.
Kali ini mereka bukan lagi menghadapi Mas Bassam atau Salman. Tetapi yang ada di hadapan mereka adalah, Tuan Guru yang berasal dari kaki Gunung Padang, Pajajaran. Diyakini Prabu Siliwangi pernah mendiami Gunung Padang untuk bertapa atau bersemedi. Laki-laki berperawakan kurus dan kecil, berkumis hitam lebat, dalam pandangan mata Salman, yang akan dihadapinya adalah lawan yang tampak kecil.
Lelaki mungil itu melangkah pelan ke depan, mengamati satu demi satu anak-anak santri lalu berhenti di tengah sambil mengangkat jari telunjuk tangan, dan mengangkat wajahnya tinggi-tinggi.
"Siapa di sini yang akan menjadi siswa pertama untuk ujian praktik pencak silat? Silakan ke depan!" ucapnya dengan lantang, nyaris semua santri menundukkan kepalanya. Tetapi tidak dengan Salman, ia tampaknya telah begitu siap dengan tubuh yang sigap dan wajah menghadap ke depan untuk menjadi siswa pertama yang melaksanakan ujian praktik pencak silat.
"Kamu!"jari telunjuknya mengarah kepada salah seorang santri yang berada di barisan paling depan, yaitu Salman, "Kemarilah!" Salman mengamati sekelilingnya, hingga berbalik badan. Ia tak menyangka kalau teman-temannya kompak memilih berdiam diri. Salman melangkah maju, lalu keduanya kompak memberi salam sebagai tanda penghormatan.
Saat Salman mulai memasang kuda-kuda, lalu dengan cepat ia menyerang lelaki di hadapannya itu dengan pukulan lurus, lelaki berkumis lebat pun secepat kilat menangkis, lalu menjepitkan kedua tungkai pada sasaran leher, Salman tubuhnya berayun-ayun di langit, nyaris bibirnya yang seksi itu mencium tanah. Namun Salman bisa menahan itu semua meski dengan napas yang terengah-engah. Tiga puluh menit berlalu, tetapi keduanya masih bisa bertahan satu sama lain. Salman yang duduk berjongkok sambil merunduk tak sadar akan uluran tangan lelaki yang baru saja dirinya hadapi.
Ia pun meraih uluran tangan itu dan berdiri tegak seraya tersenyum simpul. Para santri yang melihat itu merasa cemas, kompak menelan ludah. Namun Salman datang untuk merangkul dan meyakinkan teman-temannya itu agar tak takut menghadapinya. Semua yang ada di depan mata adalah bentuk dari ujian semata.
Kiai Alim berjalan ke tengah halaman pondok, menghampiri Guru Penguji Pencak Silat sambil menundukkan badan yang seperti gerakan orang ketika melakukan rukuk dalam salat, begitu lama. Saat Guru Penguji itu menyadari, ia membuat Kiai Alim berdiri tegak. Lalu memeluknya erat. Baduga Kiswoyo, merupakan seorang Guru dan juga sahabat bagi Kiai Alim. Meskipun usia nya terpaut jauh dari sang Guru Penguji.
Kini usianya sudah menginjak 82 tahun, namun badan dan perangainya tampak masih seperti berusia 40 tahunan.
Salman, menjadi salah seorang santri yang beruntung karena mendapatkan kesempatan untuk mengetahui rahasia ilmu awet muda dari Baduga Kiswoyo. Tentu saja Salman sangat bersemangat untuk mempelajarinya.
Ujian tryout sekolah hari kedua pun telah usai. Baduga Kiswoyo pun juga harus tindak. Salman berjalan menghampiri guru penguji itu, ia geram karena belum juga dikaruniai satu ilmu awet muda.
"Maaf Guru, Saya hanya ingin menagih janji yang kemarin!" ucap Salman membuat sang Guru Penguji meringis. Salman mengerutkan kening.
"Ilmunya cuma Saseso, sabar, sedekah, solat!"tegas Baduga Kiswoyo, "Apa kamu yakin sudah melakukan itu semua dengan baik?"Salman menggelengkan kepalanya cepat.