Assalamualaikum, Cinta!

Rinaha Ardelia (Seorin Lee)
Chapter #2

Cinta yang Kurahasiakan

Ya sudah, aku balas saja begini:

Terima kasih.

Mohon maaf lahir dan batin, jika aku ada salah baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Kalau aku pernah melakukan kesalahan itu juga karena salahmu.

Pesan terkirim.

Lima menit berlalu dia tidak membalas pesanku lagi. Tunggu sebentar! Kubaca lagi balasan pesan yang aku ketik barusan. Kubaca lagi secara berulang-ulang. Apa aku sudah melakukan kesalahan? Apa aku bicara tidak sopan kepadanya? Kenapa dia tidak membalas lagi? Padahal dia selalu fast respon ketika aku membalas pesannya. Jangan-jangan aku memang bersalah dan keceplosan bicara tadi.

Pertanyaan beruntun itu kini mendominasi seluruh pikiran dan membuatku sport jantung tidak karuan. Kalian tahu, kan, rasanya naik wahana kora-kora yang ada di Dufan? Kira-kira seperti itulah suasana hatiku saat ini. Seisi perutku juga terasa diobok-obok angin tornado.

"Bodoh!" Seharusnya aku tidak berkata seperti itu. Aku mengambil bantal lalu menyembunyikan wajahku dibalik bantal itu. Sumpah, malu banget!

Kupikir, aku harus segera menghapus pesan itu sebelum dia membacanya. Harusnya tadi kurevisi dulu sebelum menekan tombol kirim.

“Sial! Bisa-bisanya aku seceroboh itu,” umpatku sambil mendengkus kesal.

Biar hatiku tenang, aku akan mengeceknya sekali lagi. Semoga masih ada kesempatan untuk memperbaiki tata bahasaku. Sayang sekali, sudah terlambat pemirsa. Kulihat centang biru menyala saat aku membuka kembali pesan Whatsapp-nya. Mampus! Dia sudah membacanya. Apa yang harus kulakukan sekarang?

Rasanya aku ingin sekali segera memesan tiket online ke Mars detik ini juga. Aku mengungsi saja dari bumi saking malunya sudah mengirim pesan absurd itu ke dia. Yang bikin aku was-was saat ini, kulihat layar notifikasi dan dia sedang mengetik...  

Kamu nggak salah kok.

Karena itu, aku meminta maaf sama kamu di hari raya ini.

Percaya saja padaku.

Aku tulus mengatakannya dari lubuk hatiku yang paling dalam.

Eh! Ternyata dia tidak marah padaku. Senyum sumringah pun perlahan muncul dan tergambar jelas di sudut bibir tipisku yang mungil. Padahal tadi aku sudah panik setengah mati. Aku sudah jauh berekspektasi, dia bakalan marah dan tak lagi mengirimkan pesan padaku. Astagfirullah, aku sudah berburuk sangka kepadanya.

Lihat selengkapnya