Kring ... kring ....
Alarm berwarna biru muda itu berbunyi berulang kali, membuat tidurku menjadi terusik. Tak lama kemudian aku terbangun dari tidur. Salah satu tanganku segera mematikan alarm yang masih saja terus berdering.
"Sss ...," desisku ketika merasa kepala ini pusing. Dengan sebelah tangan yang memegangi kepala, aku berusaha untuk bangun.
"Pusing," gumamku sembari memijit kepala agar pusing yang aku rasakan berkurang.
"Bismillah, aku kuat." Setelah menyemangati dirin sendiri, aku segera beranjak dari tempat tidur. Dengan langkah hati-hati aku berjalan menuju dapur.
Klik.
Seketika ruangan gelap itu menjadi terang. Dan aku mulai melangkah masuk dapur. Aku segera mengambil kotak obat dan mencari obat pereda pusing di sana. Tak butuh waktu lama aku sudah menemukannya. "Alhamdulillah, ada," ucapku dengan lirih.
Kutarik kursi meja makan dan kemudian aku duduki. Segelas air putih sudah aku siapkan. "Bismillah sembuh." Setelah mengatakan itu, aku memasukkan satu tablet obat ke dalam mulut dan aku larutkan dengan segelas air putih.
"Sudah pukul tiga lebih sepuluh." Aku berucap saat melihat jam di dinding dapur. Kotak obat serta gelas yang baru saja aku gunakan minum segera aku bereskan. Setelah itu aku beranjak pergi untuk mengambil wudhu dan melaksanakan salat Tahajud.
***
"Allahuakbar." Bibir kecil bersemi merah ini mulai melafalkan bacaan salat tanpa bersuara. Gerakan-gerakan salat aku lakukan dengan tertib. Walau kepalaku masih terasa pusing, aku tetap berusaha khusyuk menyelesaikan salat malam.
Dua raka'at di sepertiga malam sudah seperti suatu kegiatan yang harus aku lakukan setiap harinya. Kecuali ketika aku benar-benar sedang berhalangan.
Dua raka'at di sepertiga malam ini telah aku selesaikan. Aku kemudian mengangkat kedua tangan. Menengadah, menandakan aku akan kembali bermunajat kepada Sang Khalik.
Kelapaku tertunduk. Rampalan-rampalan doa serta harapan-harapan di masa depan aku langitkan di sepertiga malam ini. Dengan hati yang selalu yakin, jika suatu saat nanti Allah akan mengabulkan segala doa-doaku. Dan itu pasti akan terjadi.
Kuusapkan kedua telapak tangan pada wajahn sendiri. Helaan napas panjang keluar dari bibirku. Kepalaku masih terasa sedikit pusing, membuat aku harus kembali memijit kepala sendiri.
"Pasti nanti sembuh sendiri," ujarku sembari menjauhkan tangan dari kepala.
Dengan mukena yang masih melekat di tubuh ini, aku berdiri dan mengambil Al-Qur'an di atas meja belajar. Setelah itu, aku kembali duduk di atas sajadah dan mulai membuka Al-Qur'an.
Dengan karunia Allah, jari yang indah ini mulai membolak-balikkan lembaran halaman Al-Qur'an, mencari surat yang akan aku baca. Al-Waqi'ah, surat yang tak pernah lupa aku baca seusai salat Tahajud, kini aku mengulangi lagi hingga kesekian kalinya.
Kepalaku memang masih terasa pusing. Namun, bukan dengan kembali tidur dan memanjakan diri di balik selimut untuk menghilangkan pusing di kepala. Aku justru lebih menyukai beraktifitas atau memaksakan diri untuk melakukan suatu hal yang positif. Terdengar aneh memang, tapi itulah aku. Aku hanya tidak ingin menjadi lemah hanya karena hal kecil. Jika memang diri ini tak sanggup, maka aku akan mengalah dan memilih untuk beristirahat.