Ting!
Suara lonceng toko es krim ini berbunyi ketika aku membuka pintu kacanya. Kulihat hari ini tidak banyak pelanggan yang berkunjung, jadi sedikit beruntung karena tidak perlu lama mengantre.
Aku mulai memesan es krim di kasir, setelah itu melakukan pembayaran. Bukti pembayaran untuk mengambil es krim sudah kudapatkan. Dengan segera aku beralih ke tempat penyajian es krim.
"Ini, Mbak." Bukti pembayaran aku serahkan pada pelayan yang akan menyiapkan es krim. Aku segera menyebutkan dan menunjuk dua rasa es krim yang paling aku suka.
"Baik, Kak," jawab si pelayan yang kemudian menyiapkan es krim pesanan aku.
Tidak sampai lima menit aku menunggu, es krim itu sudah siap. Sang pelayan menyerahkan es krim dengan sangat ramah, tanpa menunggu lama lagi es krim itu segera aku terima. Senyum di wajahku mengembang. "Terima kasih, Mbak."
"Sama-sama, Kak," kata pelayan es krim dengan senyum manis di wajahnya.
Aku memutar tubuh ke belakang. Melihat sekeliling untuk memilih meja yang pas untuk menikmati es krim ini. "Nah, di sana," ujarku yang kemudian melangkah ke meja yang berada tepat didekat pintu masuk. Menikmati es krim sembari melihat orang-orang yang keluar masuk toko ini sepertinya seru. Apalagi melihat anak-anak kecil mengemaskan yang berkunjung dengan kedua orang tuanya.
"Bismillahirrahmanirrahim." Tangan kananku mulai menyendokkan es krim sedangkan tangan kiri memegangi niqab. Aku sudah terbiasa makan ataupun minum dengan tertutup niqab.
Rasa manis itu memenuhi indra pengecapku. Walau hanya menikmatinya sendiri, aku tetap bersyukur dan merasa senang. Karena Allah masih memberiku kesempatan untuk menikmati hari ini serta secup es krim yang sudah aku rindukan sejak aku pulang dari pondok pesantren.
Kulihat beberapa kali sepasang kekasih masuk ke dalam toko ini. Aku hanya tersenyum simpul. Mungkin mereka memandangku sendiri, tapi aku tak pernah benar-benar sendiri, ada Allah yang selalu menemani langkahku. Allah yang selalu melindungiku.
Mataku menyipit melihat ke arah luar pintu kaca. Di sana sorang ikhwan yang aku kenal tengah merangkul mesra pinggang seorang akhwat dengan pakaian yang terbuka—tidak menutup aurat. Aku mengerjabkan mata, berharap salah dengan apa yang aku lihat.
Ting!
Lonceng itu kembali berbunyi. Mataku masih saja memandang mereka.
"Sayang, kamu mau pesan apa?" Kudengar kalimat itu dari mulut si ikhwan. Semua benar-benar di luar dugaanku. Bukan kesal atau kesedihan yang aku rasakan sekarang, melainkan rasa syukur karena Allah sudah memberikan aku jawaban atas petunjuk yang aku minta.
"Terserah Sayang saja," jawab wanita berpakaian terbuka itu. Setelah itu aku melemparkan pandangan ke arah luar pintu lagi. Lengkungan indah aku ukir di wajah. Entah mengapa hatiku terasa tenang dan senang? Melihat dan mendengar semua tadi.