Assalamualaikum, Ustadz

Adella Kusuma
Chapter #12

Assalamualaikum, Ustadz 11


Hatiku bagai ditikam belati lagi. Tuduhan itu benar-benar membuat dadaku terasa sesak. Aku menggeleng dengan air mata yang sudah mulai turun.

"Itu tidak benar," kataku mencoba membela diri. Kulihat Kak Marco tersenyum miring sembari bersedekap dada.

"Yang dikatakan Kak Marco tidak benar Ayah." Rahang tegas milik laki-laki di sampingku tampak mengeras. Wajah Ayah juga sedikit merah seperti menahan amarah.

"Silahkan dilihat buktinya, Ayah." Kak Marco memberikan ponselnya kepada Ayah.

Mataku membola melihat beberapa vidio di ponsel Kak Marco. Hal yang malam itu aku khawatirkan kini menjadi kenyataan.

"Malu-maluin orang tua." Air mataku terus mengalir membasahi pipi. Aku terus menggelengkan kepala sembari menatap Ayah yang terlihat begitu marah padaku.

"Ini salah paham Ayah. Shasa bisa jelaskan," kataku pada Ayah.

"Jadi lo nolak lamaran ini demi mempertahankan laki-laki itu 'kan?" Suara Kak Marco membuat aku mengalihkan pandangan kepadanya.

Kepala ini terus menggeleng. Entah kenapa lidahku terasa begitu kelu untuk membela diri.

"Salah paham apa? Kamu diantar pulang dengan laki-laki dan kemaren sore kamu mual? Sejak kapan kamu berhubungan dengan laki-laki itu?" sentak Ayah.

Semua orang bungkam, hanya ada suara bentakan Ayah dan isak tangisku. Di saat seperti ini tak yang aku harapkan untuk bisa membelaku. Aku hanya berharap Allah agar membuat hati Ayah tidak percaya dengan fitnah ini. Namun, aku rasa itu tidak mungkin. Kini Ayah tengah membaca lembaran kertas yang diberikan oleh Kak Marco. Sekali lagi, aku tidak tahu isi tulisan kertas itu.

Plak!

"Ah ...." Reflek aku mendesah karena tamparan yang begitu keras mendarat di pipi kiriku. Dan ini yang membuat dadaku terasa semakin begitu sesak. Untuk pertama kalinya seseorang yang dahulu selalu lemah lembut kepadaku, sekarang tampak tidak peduli dan kasar terhadap aku.

Aku pikir bukan seperti ini memperlakukan putrinya di depan orang lain. Walaupun tuduhan itu benar harusnya Ayah selesaikan secara kekeluargaan, bukan justru tambah mempermalukan diriku. Ralat, bukan hanya diriku, tapi juga Ayah.

Lihat selengkapnya