Rovan sudah sibuk sejak sebelum matahari muncul, bekerja di bengkel yang tersembunyi di dalam gua pegunungan. Bara api menyala terang di perapian besar, cahayanya menari di dinding batu. Asap tipis naik, bercampur dengan bau logam panas dan peluh.
Dariel berdiri di pintu masuk bengkel sambil menyantap camilan, memandangi sang dwarf dengan kagum. Rovan memegang sebuah palu besar, mengayunkannya dengan presisi ke atas sebongkah logam merah menyala. Setiap pukulan palu terdengar nyaring, menghasilkan ritme yang serasa memiliki makna tersendiri.
"Dia benar-benar terampil," gumam Dariel.
Kaelen, yang sedang duduk di dekatnya sambil mengasah pedang, hanya mengangguk. "Bukan sekadar terampil. Rovan adalah salah satu penempa terbaik yang masih hidup. Bahkan tanpa sihir, dia mampu menciptakan senjata yang melampaui apa pun yang dimiliki kerajaan."
"Jadi, ini kenapa kau membawaku ke sini?" tanya Dariel, matanya tak lepas dari api yang memantulkan cahaya pada wajah serius Rovan.
Kaelen menoleh dan tersenyum tipis. "Kau membutuhkan senjata yang bisa mencerminkan dirimu. Dan Rovan adalah satu-satunya yang bisa membuatnya."
Ketika akhirnya Rovan berhenti bekerja, ia mengusap dahinya yang berkeringat dengan lengan bajunya. Tanpa berkata apa-apa, ia berjalan ke sebuah meja panjang yang penuh dengan alat-alat tempa dan berbagai jenis logam. Ia mengambil secangkir minuman, lalu meneguknya hingga habis sebelum menatap Dariel dan Kaelen.
"Baiklah, anak muda," katanya dengan nada berat dan sedikit kasar. "Jika kau ingin aku membuatkan senjata untukmu, aku perlu tahu satu hal. Bagaimana caramu bertarung?"
Dariel terdiam sejenak, sedikit gugup. "Aku... Aku tidak seperti Kaelen. Aku tidak terlatih menggunakan pedang atau senjata besar. Gaya bertarungku lebih..."
"Lebih apa?" potong Rovan, mengangkat alis.
"Lebih gesit. Aku mengandalkan kecepatan dan refleks, bukan kekuatan," jawab Dariel dengan suara tegas.
Rovan mengangguk pelan, ekspresi di wajahnya sedikit melunak. "Hmm, kau seperti seekor serigala muda. Gesit, cerdas, tapi belum tahu bagaimana caranya menggigit."
Dariel hampir tersinggung, tapi ia tahu itu benar. "Jadi, bisa kau buatkan sesuatu untukku?"
Rovan tersenyum kecil. "Tentu saja. Tapi senjata bukan hanya alat untuk membunuh. Senjata adalah perpanjangan dari dirimu. Jika kau tidak menyatu dengannya, kau tidak akan pernah menggunakannya dengan baik."
Dwarf itu mengarahkan Dariel ke sudut bengkel, di mana terdapat berbagai sketsa senjata yang tergantung di dinding. Ia mengambil selembar kertas kosong dan mulai menggambar dengan arang. Tangannya yang besar namun lincah bergerak cepat, menciptakan bentuk dua bilah cakar melengkung yang terhubung dengan pelindung tangan.