Assassins Journey : Blade Of Vengeance

Rivandra Arcana
Chapter #9

Sang Penjaga Reruntuhan Kuno #9

Gurun Sahrun menyimpan keheningan yang tidak biasa. Tidak ada suara burung atau desiran daun, hanya hembusan angin yang membawa butiran pasir menari di udara. Setiap langkah kelompok Dariel terasa berat, seolah-olah gurun ini sengaja menguji ketahanan mereka. Rovan, yang biasanya suka berseloroh untuk mengusir kejenuhan, kini diam sambil memelototi cakrawala.

“Kau tahu, semakin jauh kita masuk ke gurun ini, semakin aku merasa ini adalah ide buruk,” katanya akhirnya, memecah keheningan.

“Kau selalu merasa setiap ide buruk,” balas Kaelen dengan nada sarkastik sambil mengelap peluh di dahinya. “Tapi kita masih hidup, kan?”

Dariel berjalan di depan mereka, matanya tajam menatap tujuan mereka, reruntuhan kuno di kejauhan. “Kita harus melanjutkan. Tidak ada waktu untuk ragu-ragu.”

Lyria yang berjalan di samping Dariel mengangguk setuju. “Tempat ini terasa... berbeda. Energi di sini lebih kuat daripada apa pun yang pernah kurasakan.”

Rovan mendengus, mencoba mengabaikan hawa dingin yang mulai menjalar di tengkuknya. “Tentu saja, elf. Tempat ini pasti penuh dengan hal-hal menyenangkan seperti jebakan kuno dan makhluk menyeramkan.”

Saat mereka semakin mendekat ke reruntuhan, detilnya mulai terlihat jelas. Pilar-pilar batu yang menjulang tinggi dihiasi dengan ukiran kuno, sebagian besar telah terkikis oleh waktu. Pintu masuk utama terlihat seperti mulut gua raksasa, gelap dan mengintimidasi.

Kaelen memicingkan mata, memandang struktur yang terlihat rapuh namun anggun. Pilar-pilar batu menjulang tinggi, dihiasi ukiran yang hampir hilang dimakan waktu. Sebagian besar bangunan telah runtuh, tapi aura misteriusnya masih terasa.

“Kalau benar di sini tempatnya, aku yakin ada sesuatu yang tidak ingin kita temukan,” gumam Rovan.

“Dan sesuatu itu mungkin tidak ingin ditemukan oleh kita,” tambah Kaelen.

Dariel tidak menjawab. Dia hanya menggenggam erat claws-nya, bersiap untuk apa pun yang menanti mereka.

“Siapa yang membangun ini?” tanya Kaelen, nada herannya jelas terdengar.

“Ras kuno sebelum manusia, elf, atau bahkan dwarf ada,” jawab Lyria, suaranya dipenuhi kekaguman. “Mereka adalah penjaga dunia ini sebelum zaman kita. Dan mereka meninggalkan relik-relik ini sebagai warisan.”

“Warisan? Lebih mirip jebakan mematikan,” gumam Rovan, kali ini ia menyimpan kapaknya di punggungnya sambil mengeluarkan palunya, berjaga-jaga.

Ketika mereka melangkah masuk, udara dingin menyelimuti mereka. Suara langkah kaki bergema di dinding batu, dan bayangan panjang mereka bergerak seperti makhluk hidup di bawah cahaya lentera yang dibawa Kaelen.

“Tempat ini mengerikan,” bisik Rovan, meskipun dia berusaha keras menyembunyikan nada khawatir di suaranya.

“Tapi juga indah,” kata Lyria, tangannya menyentuh dinding yang dipenuhi ukiran kuno. “Lihat ukiran ini. Mereka menceritakan tentang perang kuno, tentang bagaimana dunia ini hampir hancur oleh kekuatan sihir yang terlalu besar.”

Dariel berhenti dan memandang ukiran itu. “Jadi, ini bukan pertama kalinya sihir membawa kehancuran?”

Lyria menggeleng. “Tidak, ini hanya salah satu dari banyak siklus. Itulah mengapa kita harus menghentikannya kali ini.”

Lihat selengkapnya