Assassins Journey : Blade Of Vengeance

Rivandra Arcana
Chapter #12

Jejak Gurun Merah #12

Matahari gurun yang terik menyengat kulit, bahkan ketika mereka berlindung di bawah bayang-bayang sebuah batu besar. Angin panas membawa butiran pasir yang menempel di pakaian dan wajah mereka. Tim Dariel kini tengah berdiri di depan sebuah gerobak kayu yang dipenuhi karung dan kotak-kotak penuh barang dagangan. Pedagang keliling yang mereka temui sebelumnya, seorang pria tua dengan janggut putih tipis dan sorot mata licik memberikan senyum ramah yang penuh arti.

"Velmora, ya?" Dariel mengulang nama yang baru saja disebut oleh pedagang itu, matanya menyipit karena penasaran.

"Benar sekali, anak muda," jawab pedagang itu sambil mengelus janggutnya. "Kota pelabuhan yang terletak di ujung perbatasan gurun. Di sana, hukum kerajaan sihir hampir tidak berlaku. Tempat itu penuh dengan pemberontak, bajak laut, dan penjahat lainnya, tapi... jika kalian tahu caranya bergaul, Velmora bisa menjadi tempat yang sangat menguntungkan."

Kaelen yang berdiri di sebelah Dariel menyilangkan tangannya dengan raut skeptis. "Pemberontak, bajak laut, dan penjahat? Kedengarannya seperti tempat di mana kita akan diburu lebih cepat daripada di sini."

Pedagang itu tertawa terbahak-bahak, memamerkan deretan gigi yang tidak sempurna. "Justru sebaliknya, Nak. Di Velmora, kalian bisa membeli perlindungan. Tidak ada yang peduli dengan siapa kalian, selama kalian punya sesuatu untuk ditawarkan, entah itu uang, barang berharga, atau keterampilan."

Rovan mengangguk kecil, mengusap janggutnya yang kusut. "Kalau tempat itu benar-benar seperti yang kau katakan, bisa jadi ini tempat sempurna untuk bersembunyi sementara waktu."

"Dan membangun rencana lebih besar," tambah Lyria, yang berdiri agak jauh sambil memandang gurun dengan sorot mata tajam. "Tapi kita harus berhati-hati. Kota tanpa hukum berarti penuh bahaya."

Dariel menatap pedagang itu dengan penuh minat. "Bagaimana kami bisa sampai ke Velmora? Apakah ada rute tertentu yang aman?"

Pria tua itu mengangkat bahu. "Tidak ada yang aman di gurun ini, Nak. Tapi jika kalian mengikuti bintang utara dan tetap berada di tepi bukit pasir, kalian akan sampai di sana dalam dua hari perjalanan. Hanya saja, hati-hati dengan Dustfang."

"Dustfang?" tanya Kaelen, alisnya terangkat.

Pedagang itu menurunkan suaranya, membuat suasana menjadi lebih tegang. "Serigala pasir raksasa yang digunakan oleh pemburu hadiah. Jika kalian memiliki harga di kepala kalian, Dustfang akan mencium jejak kalian dalam hitungan jam."

Perjalanan menuju Velmora dimulai keesokan harinya, ketika malam mulai turun dan udara gurun terasa lebih bersahabat. Tim bergerak perlahan melewati bukit pasir yang tampak seperti ombak beku di bawah sinar bulan. Setiap langkah terasa berat karena kaki mereka tenggelam di pasir yang longgar.

"Kau yakin Velmora adalah tempat yang tepat?" tanya Kaelen kepada Dariel, yang berjalan di depan.

"Kita butuh tempat untuk bersembunyi dan mulai menyusun rencana lebih besar," jawab Dariel sambil menatap cakrawala gelap. "Pedagang itu mungkin licik, tapi dia tidak berbohong soal potensi Velmora."

Rovan yang membawa ransel besar di punggungnya mendengus. "Aku hanya berharap tempat itu punya cukup bir untuk membuat perjalanan ini layak."

"Aku lebih berharap tempat itu punya informasi," tambah Lyria. "Jika Velmora benar-benar penuh pemberontak, mungkin kita bisa menemukan sekutu."

Kaelen tertawa kecil. "Sekutu, atau musuh baru. Itu tergantung pada siapa yang kita temui."

Mereka melanjutkan perjalanan dalam keheningan yang canggung hingga suara geraman pelan memecah malam. Dariel menghentikan langkahnya, mengangkat tangan untuk memberi isyarat agar semua orang diam.

"Ada yang mengikuti kita," bisiknya.

Dari balik bukit pasir, muncul lima sosok bersenjata dengan senyum licik di wajah mereka. Salah satu dari mereka, seorang pria kekar dengan topi lebar, maju sambil mengayunkan cambuk di tangannya.

"Hei, buronan kecil," ucapnya dengan nada mengejek. "Kami diberitahu ada harga besar untuk kepala kalian. Jadi, kami datang untuk mengklaimnya."

Di belakang pria itu, seekor Dustfang raksasa muncul dari balik bayangan. Makhluk itu adalah serigala pasir dengan tubuh sebesar kuda, mata merah menyala, dan taring yang tampak seperti pisau tajam.

Lihat selengkapnya