Assassins Journey : Blade Of Vengeance

Rivandra Arcana
Chapter #13

Kehidupan Di Kota Velmora #13

Pagi pertama di Velmora datang dengan suara hiruk-pikuk pasar yang sudah sibuk sejak matahari terbit. Di kejauhan, suara peluit kapal terdengar diiringi gemuruh ombak pelabuhan. Dariel duduk di tepi ranjang kayu penginapan kecil yang mereka tempati sementara. Penginapan ini adalah satu-satunya tempat yang mereka mampu bayar semalam setelah perjalanan panjang melintasi gurun, dan itu pun dibayar dengan sisa perbekalan mereka.

Kaelen bersandar di dinding, memandangi jendela kecil yang menghadap ke jalanan sibuk di bawah. “Velmora ini memang penuh peluang,” gumamnya, “tapi kota seperti ini juga menuntut sesuatu dari penghuninya.”

“Kita butuh uang,” kata Dariel tegas, memotong lamunan Kaelen. “Makanan, tempat tinggal, dan untuk langkah selanjutnya… Kita takkan bisa bertahan tanpa uang.”

Kaelen mengangguk, kemudian tersenyum tipis. “Kurasa sudah waktunya kita menunjukkan bakat kita dalam… penggalangan dana alternatif.”

Dariel mengangkat alis. “Kau punya rencana?”

Kaelen menoleh, dengan pandangan yang penuh arti. “Ayo kita mulai dengan tempat paling sederhana untuk mencari uang di kota seperti ini.”

Malamnya, mereka pergi ke sebuah bar. Bar di Velmora adalah pemandangan yang penuh warna dan kekacauan. Pencahayaan remang-remang dari lentera minyak bercampur dengan tawa keras, teriakan para penjudi, dan dentingan gelas-gelas bir. Di sudut ruangan, sekelompok pria dan wanita duduk berjudi, sementara di meja lainnya seorang bard memainkan kecapi yang suaranya tenggelam di tengah kebisingan.

Dariel dan Kaelen masuk dengan santai, berbaur dengan kerumunan tanpa menarik perhatian. Kaelen menunjuk sudut ruangan dengan dagunya, tempat seorang pria gemuk dengan pakaian mewah berbicara dengan dua wanita yang tampak bosan.

“Itu target pertama kita,” bisik Kaelen. “Dia kelihatan seperti orang kaya baru yang terlalu mabuk untuk menyadari apa pun.”

Dariel mengangguk. “Kau alihkan perhatiannya. Aku akan mengambil dompetnya.”

Kaelen mendekati pria itu dengan senyum lebar, berpura-pura tersandung ke mejanya. “Ah, maaf, tuan! Aku sedikit kehilangan keseimbangan. Hari ini benar-benar panas, bukan?”

Pria itu mendongak dengan tatapan bingung, sementara Dariel menyelinap di belakangnya. Dengan gerakan cepat dan hati-hati, ia merogoh kantong pria itu, mengambil dompet kulitnya sebelum mundur perlahan.

Setelah itu, Kaelen berpura-pura meminta maaf lagi sebelum kembali ke Dariel yang sudah menunggu di dekat pintu keluar. Mereka keluar dari bar tanpa ada yang menyadari apa yang terjadi.

“Berapa yang kita dapatkan?” tanya Kaelen begitu mereka berada di luar.

Dariel membuka dompet itu dan menghitung koin-koin di dalamnya. “Cukup untuk makan hari ini, tapi tidak lebih.”

Kaelen menghela napas. “Kalau begitu, kita perlu target yang lebih besar.”

Beberapa jam kemudian, Dariel dan Kaelen berjalan menyusuri gang-gang Velmora yang penuh sesak. Mata mereka terus mencari peluang baru, sampai akhirnya mereka melihat tiga pria yang tampaknya merupakan pemberontak kecil dengan sekantong koin. Mereka duduk di bawah kanopi yang rusak, bercanda dan tertawa sambil meminum bir dari botol kaca.

Lihat selengkapnya