Pagi di Velmora terasa seperti pagi lainnya, kecuali di salah satu ruangan penginapan kecil tempat Dariel dan Kaelen sibuk mempersiapkan diri. Peta penjara Drakmor, yang Selene berikan bersama misi, terbentang di atas meja kayu. Kaelen menunjuk beberapa titik dengan ekspresi serius, sementara Dariel memeriksa senjatanya, cakar logam yang sudah diasah oleh Rovan.
"Relik itu," ujar Kaelen, memecah keheningan. "Jubah transparansi. Kau yakin bisa menggunakannya dengan benar?"
Dariel mengambil jubah itu dari tempat tidur. Relik itu tampak seperti kain biasa, namun begitu disentuh, ia memudar seolah menjadi bayangan yang menyatu dengan udara. "Aku sudah mencobanya sebelumnya. Selama aku tidak bergerak terlalu cepat, ini akan sangat membantu."
"Baik. Tapi ingat, ini hanya menutupi dirimu. Kau tetap bisa terdeteksi jika kau membuat terlalu banyak suara," kata Kaelen.
Rovan, yang duduk di sudut ruangan sambil mengasah sebuah kapak, menyeringai. "Dan jangan lupa, kalau kau ceroboh, jubah itu tidak akan menyelamatkanmu dari panah atau sihir penjaga."
Dariel tertawa kecil. "Aku tahu, Rovan. Kau tidak perlu mengingatkan setiap kali kita punya misi."
Lyria, yang masuk membawa ramuan kecil, menyerahkan satu botol kepada Dariel dan satu lagi kepada Kaelen. "Ramuan ini akan meningkatkan daya tahan tubuh kalian. Jangan diminum sebelum kalian benar-benar membutuhkannya. Efeknya hanya bertahan beberapa jam."
Kaelen mengangguk, menyimpannya di dalam kantong kulit di ikat pinggangnya. "Terima kasih, Lyria. Kita akan membutuhkan semua bantuan yang bisa kita dapat."
Malamnya, mereka mulai mendiskusikan strategi untuk menyusup. Kaelen menunjuk ke bagian bawah peta. "Drakmor punya tiga lapis pertahanan. Pertama adalah gerbang utama, dijaga oleh pasukan reguler. Kedua adalah lorong-lorong bawah tanah yang dijaga oleh jebakan magis dan mekanis. Dan terakhir, penjara inti tempat Migurd ditahan, yang dijaga oleh para penjaga khusus."
"Dan kau mau kita masuk dari mana?" tanya Dariel sambil memiringkan kepalanya.
"Dari sini," Kaelen menunjuk titik di sisi barat peta. "Sebuah terowongan kecil yang dulunya digunakan untuk jalur suplai. Selene bilang itu jarang dijaga karena dianggap tidak ada yang tahu keberadaannya. Kita bisa masuk melalui sana."
Dariel mempelajari peta dengan seksama. "Dan begitu kita masuk?"
"Kita harus bergerak cepat. Aku akan menangani penjaga di lorong, sementara kau menggunakan jubah itu untuk menyelinap lebih jauh. Kau yang akan menemukan Migurd dan membebaskannya. Aku akan menjadi pengalih perhatian."
"Pengalih perhatian? Kau yakin tidak terlalu berbahaya?" tanya Dariel.
Kaelen mengangguk mantap. "Aku sudah terbiasa. Tapi jika semuanya berjalan sesuai rencana, kita tidak akan perlu banyak bertarung."
Keesokan harinya, Dariel dan Kaelen berdiri di dermaga Velmora, tempat kapal bajak laut Selene berlabuh. Angin laut membawa aroma asin, sementara suara burung camar terdengar dari kejauhan. Selene muncul di dek kapal dengan senyum tipis.
"Siap?" tanyanya sambil menuruni tangga kayu menuju mereka.