Semua yang ada di kapal langsung bersiap. Para kru berhenti bernyanyi, menggantungkan gelas-gelas rum mereka, dan mulai mengambil pedang, kapak, serta busur. Selene memutar kemudi dengan percaya diri, membawa kapal menuju posisi yang lebih strategis.
“Jadi, ini cara mereka mencoba menangkapku,” gumam Selene dengan seringai kecil.
Kaelen menatap Selene dengan datar. “Kau tidak berpikir untuk kabur saja?”
“Kabur? Bukan gayaku.” Selene mengangkat bahu. “Lagipula, kalau aku kabur, mereka akan mengejar kita sampai ke ujung dunia. Lebih baik kita hancurkan mereka di sini dan sekarang.”
“Kapten! Mereka punya ballista di buritan!” teriak kru dari atas, suaranya tajam dan penuh kewaspadaan.
Selene mendongak, mendengarkan laporan itu dengan serius. Wajahnya sedikit berubah, tapi ia tetap terlihat tenang. “Ballista, ya?” gumamnya sambil menatap kapal musuh. “Mereka benar-benar datang untuk menangkap kita dengan semua yang mereka punya.”
Dariel, yang sedang mempersiapkan cakar besinya, menoleh ke arah Selene. “Ballista? Apa itu?”
“Itu semacam senjata besar,” jawab Kaelen cepat, sambil menarik pedangnya. “Bayangkan panah raksasa yang bisa menembus lambung kapal. Kalau kita tidak hati-hati, mereka bisa menenggelamkan kita.”
Selene mengangkat tangannya, memberi perintah kepada kru. “Bro, awasi terus pergerakan ballista mereka! Semua kru, jaga posisi kalian! Jangan biarkan mereka membidik dengan mudah!”
“Dimengerti, Kapten!” kru berteriak kembali dari atas tiang kapal, matanya tajam mengamati setiap gerakan musuh.
Saat kapal pemburu buronan mulai mendekat, sang kru terus memberi peringatan dari atas. “Mereka memutar kapal! Ballista mereka mengarah ke lambung kiri kita!”
Raut wajah Selene langsung berubah menjadi tegang, "Sialan. Finch! Ambil alih kemudi kapal!"
“Kemudi, putar kapal ke kanan!” teriak Selene, memberi instruksi cepat kepada kru di belakang.
Kapal Selene berbelok dengan tajam, menghindari tembakan pertama ballista yang nyaris mengenai lambungnya. Panah besar itu terbang dengan kecepatan luar biasa, menghantam laut dengan bunyi keras, menciptakan semburan air yang tinggi.
“Fiuh, itu nyaris saja,” kata Kaelen sambil melihat ke arah laut.
kru di tiang kapal tidak berhenti mengawasi. “Kapten, mereka mempersiapkan tembakan kedua!”
Selene menggertakkan giginya, lalu menoleh ke Dariel dan Kaelen. “Kalian harus menghentikan ballista itu. Kalau tidak, kapal ini tidak akan bertahan lama!”