Tiba-tiba saja, sebilah pisau menancap tepat di leher Rhogar, membuat Rhogar terjatuh.
"Tong kosong, nyaring bunyinya..." Ucap Dariel yang masih terbaring.
Kaelen langsung menebas kepala Rhogar hingga ia tak bergerak lagi.
"Baiklah nak, setelah misi ini berakhir kita harus bicara banyak mengapa kau mahir sekali menyembunyikan senjata lempar layaknya seorang assassin, Dariel." Ucap Kaelen sambil menyeringai kecil.
"Entah kenapa aku memiliki kebiasaan seperti ini. Aku sekilas mengingat kakekku." Gumam Dariel sambil berusaha bangkit kembali.
Rhogar telah tumbang, namun pemburu buronan itu bukan lawan yang mudah. Mereka melawan dengan sengit, memanfaatkan jumlah mereka yang lebih banyak. Beberapa dari mereka bahkan memiliki sihir dasar, salah satu dari mereka menembakkan bola api kecil ke arah Dariel, memaksanya melompat ke samping untuk menghindari serangan itu.
“Kaelen, mereka punya penyihir!” teriak Dariel, sedikit terengah.
Kaelen mengangguk, matanya menatap tajam ke arah seorang pria bertudung yang berdiri di dek belakang kapal musuh. “Aku urus dia. Kau lanjutkan di sini!”
Tanpa menunggu jawaban, Kaelen menerobos kerumunan musuh, membuka jalan dengan pedangnya. Dariel mengangguk dan kembali fokus pada lawan di sekitarnya.
Dari kapal bajak lautnya, Selene akhirnya melompat masuk ke kapal musuh. Dengan dua pisau di tangannya, ia bergerak cepat, menusuk dan melukai musuh dengan gerakan yang elegan namun mematikan.
“Lama sekali kau bergerak, Kapten!” teriak salah satu kru Selene dengan nada bercanda.
Selene hanya tertawa. “Aku hanya memastikan kalian punya waktu bersenang-senang dulu.”
Ia mendekati Dariel, melindunginya dari salah satu musuh yang menyerangnya dari samping. “Kau baik-baik saja, bocah?” tanyanya sambil menusuk lawan dengan pisau.
“Cukup baik untuk tetap hidup,” jawab Dariel, meski ia mulai kelelahan.
Selene tersenyum. “Bagus. Bertahanlah sedikit lagi. Kita hampir menang.”
Dengan kerja sama yang baik antara Selene, Dariel, Kaelen, dan kru bajak laut lainnya, kapal musuh akhirnya mulai kehilangan kekuatannya. Beberapa pemburu buronan melarikan diri dengan perahu kecil, sementara yang lain menyerah dan dijadikan tawanan.
Dariel berdiri di dek kapal musuh, napasnya terengah-engah. Tubuhnya penuh luka kecil dan lebam, tetapi ia berhasil bertahan. Kaelen berjalan mendekatinya, menepuk bahunya dengan senyum kecil.
“Kerja bagus,” katanya.
“Terima kasih,” jawab Dariel sambil tersenyum tipis.
Selene, yang sedang memeriksa kapal musuh untuk mencari barang berharga, melirik mereka berdua. “Kalian berdua cukup mengesankan. Tapi jangan terlalu puas diri. Kita masih punya misi besar yang menanti.”
Dengan kapal musuh yang kini menjadi rampasan, Selene memerintahkan kru bajak lautnya untuk mengambil persediaan dan perlengkapan dari kapal itu. Kemudian, mereka kembali berlayar, meninggalkan sisa-sisa kapal musuh yang perlahan tenggelam di bawah sinar matahari.
Di dek kapal, Dariel berdiri menatap laut, pikirannya melayang pada misi yang akan datang. Ia tahu bahwa tantangan yang sebenarnya masih menanti mereka di Drakmor.