Assassins Journey : Blade Of Vengeance

Rivandra Arcana
Chapter #27

Terdampar #27

Rasa sakit menjalar di tubuh Dariel saat ia membuka mata. Pasir putih hangat menyelimuti tubuhnya yang basah, dan aroma asin laut menyengat indra penciumannya. Suara ombak memecah kesunyian, bercampur dengan kicauan burung eksotis yang asing di telinganya. Dariel perlahan bangkit, menahan nyeri di seluruh tubuh. Pandangannya tertuju ke hutan lebat yang membentang tak jauh dari pantai.

"Di mana ini..." gumamnya sambil memegangi kepalanya yang pening. Ia memutar ingatan, mencoba memahami apa yang telah terjadi. Lingkaran hitam pekat itu membawanya ke sini, entah di mana. Tak ada tanda-tanda Kaelen, tak ada jejak Migurd, atau apa pun yang ia kenal. Hanya hutan liar dan lautan tak berujung.

Dengan langkah gontai, Dariel menyusuri pantai, berharap menemukan sesuatu yang bisa memberinya petunjuk. Namun, yang ia temukan hanya kepiting kecil yang berlarian di antara bebatuan. Lapar mulai merayapi tubuhnya, tetapi ia tahu bahwa prioritasnya sekarang adalah bertahan hidup.

Saat ia berjalan lebih jauh, suara langkah kaki berat terdengar dari arah hutan. Dariel segera berbalik, siaga penuh. Dari balik pepohonan, tiga pria muncul dengan ekspresi waspada. Mereka mengenakan pakaian sederhana, tetapi senjata di tangan mereka, tombak dan parang yang terlihat tajam dan siap membunuh.

"Siapa kau?" tanya salah satu pria, yang bertubuh tinggi dan berotot, suaranya tegas dan dalam.

Dariel mengangkat tangannya perlahan, menunjukkan bahwa ia tidak bersenjata. "Aku... Aku hanya terdampar di sini," jawabnya.

Pria itu menyipitkan mata, jelas tidak percaya. "Dari mana kau berasal? Kau bukan orang dari sini."

"Aku dari jauh. Aku tidak tahu bagaimana aku sampai di sini," ujar Dariel, mencoba terdengar meyakinkan. "Aku hanya mencari tempat aman."

Pria tinggi itu melirik dua rekannya, seolah berdiskusi tanpa kata-kata. Salah satu dari mereka, yang lebih muda, mendekat dengan tombaknya siap di tangan. "Tuan, ini mencurigakan. Pakaian dan perawakannya tidak seperti kita. Bagaimana jika dia mata-mata?"

Pria tinggi itu mengangguk pelan. "Benar. Kita tidak bisa mengambil risiko. Tangkap dia."

"Mata-mata? Tunggu, aku bukan mata-mata!" seru Dariel, mencoba membela diri.

Namun, ucapan Dariel tidak digubris. Salah satu dari mereka langsung melompat ke arah Dariel dengan tombak. Dariel refleks menghindar, berguling ke pasir untuk menghindari tusukan itu. Tombak berikutnya meluncur, kali ini hampir mengenai lengannya.

"Sial!" Dariel menggerutu sambil meraih sebongkah kayu besar di dekatnya sebagai senjata. Ia tahu bahwa melawan tiga pria bersenjata bukanlah pilihan yang baik, tetapi ia tidak punya pilihan lain.

Serangan datang bertubi-tubi. Dariel berhasil menangkis tombak yang diarahkan ke tubuhnya, namun kekuatan dari serangan itu membuat kayu di tangannya retak. Salah satu pria berusaha menyerang dari belakang dengan parang, namun Dariel memutar tubuhnya dengan cepat, menendang pasir ke arah wajah pria itu.

"Dia cukup tangguh," kata pria tinggi itu dengan nada mengejek. "Tapi itu tidak cukup untuk melawan kami."

Lihat selengkapnya