Assassins Journey : Blade Of Vengeance

Rivandra Arcana
Chapter #32

Ekspos, Rookhaven #32

Elyas terbatuk pelan, darah mengalir dari sudut bibirnya. Rasa sakit menjalar di seluruh tubuhnya, tapi ia tetap berusaha mempertahankan keberanian. Kegelapan penjara bawah tanah Thalvinar hanya diterangi oleh cahaya sihir merah yang dipancarkan dari rune di dinding. Valtor, penyihir kepala yang terkenal kejam, berdiri di depannya dengan senyum penuh kemenangan.

"Kau tahu," kata Valtor sambil melangkah pelan mengelilingi Elyas, "kau ini keras kepala, Elyas. Tapi semua orang punya batasnya."

Elyas mendongak dengan tatapan tajam, meskipun tubuhnya lemah. "Kau bisa memukulku, membakar kulitku, atau meremukkan tulangku, tapi aku tidak akan bicara."

Valtor terkekeh kecil, nadanya penuh ejekan. "Aku suka semangatmu. Tapi kau tahu apa yang lebih menyakitkan daripada rasa sakit fisik? Kehilangan seseorang yang kau pedulikan."

Salah satu penyihir berjubah ungu di sudut ruangan melangkah maju, mengangkat tangannya untuk menciptakan lingkaran sihir di udara. Cahaya merah berkumpul di tengah ruangan, membentuk sebuah gambar samar yang perlahan menjadi lebih jelas. Elyas memandang dengan napas tertahan saat sosok seseorang muncul dalam ilusi itu.

"Kenal dia?" Valtor bertanya dengan suara manis yang memuakkan. Sosok dalam ilusi itu adalah seorang pria muda. Rambutnya acak-acakan, dan wajahnya penuh luka. Ia terlihat berlutut dengan tangan diikat di belakang punggung.

"Ardan..." Elyas berbisik, napasnya tertahan.

Valtor tersenyum lebar, menangkap perubahan kecil di wajah Elyas. "Ah, jadi kau memang mengenalnya. Temanmu yang setia, kan? Sayangnya, dia tidak sekuat dirimu. Dia sudah memberitahuku beberapa hal... tapi aku ingin memastikan bahwa informasinya benar."

Elyas mencoba menguatkan dirinya. "Kau berbohong. Dia tidak akan ditangkap semudah itu."

"Benarkah?" Valtor menjentikkan jarinya, dan ilusi berubah. Ardan terlihat berteriak kesakitan saat api sihir menyelimuti tubuhnya. Jeritannya menggema di ruangan itu, menusuk telinga dan hati Elyas.

"Berhenti!" Elyas akhirnya berteriak, rasa bersalah menyelimuti hatinya meskipun ia tahu bahwa ini mungkin hanya tipu muslihat. Namun, suara itu, ekspresi kesakitan di wajah Ardan, terlalu nyata untuk diabaikan.

Valtor memutar matanya dengan santai. "Berhenti? Aku akan berhenti jika kau mau bekerja sama. Katakan padaku di mana markas Burung Hantu berada. Berapa jumlah kalian? Aku bisa mengakhiri penderitaan temanmu ini sekarang juga."

Elyas terdiam, pikirannya kacau. Ia tahu sebagai Assassin, tugas utamanya adalah melindungi rahasia kelompoknya. Tapi jeritan Ardan terus menggema di telinganya, menghancurkan pertahanannya sedikit demi sedikit.

"Jangan dengarkan mereka..." Elyas bergumam kepada dirinya sendiri, mencoba menguatkan hatinya. "Itu hanya kebohongan."

Lihat selengkapnya