Assassins Journey : Blade Of Vengeance

Rivandra Arcana
Chapter #33

Sang Elang Orivale #33

Rovan menghela napas panjang, kelelahan mulai merayapi tubuhnya setelah perjalanan panjang dari Velmora. Namun, rasa penasaran dan kegigihannya untuk menemukan jawaban membuatnya terus maju. Ia menepikan perahu ke sebuah pantai kecil yang tersembunyi di balik batu-batu besar. Pasir putih halus menyambut langkah pertamanya di Orivale. Angin laut yang dingin menyapu wajahnya, membawa aroma garam bercampur dengan aroma dedaunan basah dari hutan di dekatnya.

"Kau akan mengurus ini sendiri. Sampai jumpa." Assassin itu melompat ke laut, meninggalkan Rovan sendirian di kapal.

"Apa sih yang kalian inginkan sebenarnya?" Gerutu Rovan sambil mulai berlabuh.

Ia baru saja mengencangkan tali perahunya pada sebuah batang pohon ketika suara langkah kaki terdengar dari balik semak-semak. Rovan refleks mengangkat senjata kecil yang ia simpan di pinggangnya, sebuah kapak dengan ukiran khas dwarf yang ia buat sendiri.

“Siapa di sana?” serunya, suaranya tegas namun tak sepenuhnya bebas dari kegugupan.

Dari balik semak, muncul tiga sosok berpakaian serba hitam. Topeng kain menutupi sebagian wajah mereka, menyisakan hanya mata tajam yang mengawasi Rovan dengan penuh kewaspadaan. Di lengan mereka tergantung lambang Elang yang terbang dengan cakar menghadap ke depan, simbol Assassin Elang Langit. Salah satu dari mereka melangkah maju, seorang pria tinggi dengan bahu lebar dan langkah yang penuh percaya diri.

“Nama dan tujuanmu,” pria itu berkata dengan nada tegas. Suaranya tak bernada mengancam, tapi jelas menunjukkan bahwa ia tidak menerima jawaban yang main-main.

“Namaku Rovan,” jawab Rovan, mencoba terdengar setenang mungkin.

Mendengar nama itu, ketiga Assassin saling bertukar pandang. Yang memimpin kelompok itu mendekat, menatap Rovan dengan lebih tajam.

“Dariel?” tanyanya, suaranya kini lebih rendah. “Apa hubunganmu dengannya?”

Rovan menelan ludah. “Aku… teman Dariel. Aku tidak tahu apakah dia ada di sini, tapi aku ingin berbicara dengan Master kalian.”

Mata pria itu menyipit mendengar hal itu disebut. “Kau terlalu percaya diri untuk meminta bertemu langsung dengan Ayah kami.”

“Jadi benar dia di sini?” Rovan bertanya, rasa lega muncul di hatinya.

Pria itu tidak menjawab langsung, melainkan memberi isyarat kepada kedua rekannya. Mereka segera mendekati Rovan, memeriksanya dengan saksama, memastikan bahwa ia tidak membawa senjata atau barang mencurigakan. Setelah mengambil kapak dan palunya, pria itu berbicara lagi.

“Kau akan ikut dengan kami. Tapi ingat, satu langkah yang salah dan kami tak segan-segan mengakhiri hidupmu.” Ia memberi isyarat agar Rovan berjalan di depan mereka.

Rovan mengangguk pelan. Ia mengikuti mereka masuk ke dalam hutan, langkah kakinya menyusuri jalan setapak kecil yang tersembunyi di antara pepohonan tinggi. Cahaya matahari hampir tak menembus rapatnya dedaunan, membuat hutan itu terasa lebih gelap dari yang seharusnya. Burung-burung sesekali terdengar berkicau, namun suara mereka segera tenggelam dalam keheningan yang mendominasi tempat itu.

Lihat selengkapnya