Zorath tersenyum kecil, tetapi tidak menjawab langsung. “Apa pendapatmu tentang itu?”
Rovan menelan ludah, merasa seperti telah memasuki sebuah misteri besar yang belum sepenuhnya ia pahami. “Saya... saya tidak tahu harus berkata apa. Tapi itu... menjelaskan banyak hal.”
Zorath kembali duduk, tatapannya penuh dengan kebijaksanaan yang dalam. “Dariel belum tahu semua ini. Dan aku ingin kau menyimpannya untuk dirimu sendiri, Rovan. Setidaknya untuk saat ini.”
Rovan mengangguk. Ia tidak tahu mengapa, tetapi ia merasa bahwa rahasia ini terlalu besar untuk diungkapkan begitu saja.
Setelah beberapa saat keheningan, Zorath berbicara lagi, kali ini dengan nada yang lebih santai. “Tapi aku penasaran, Rovan. Apa rencanamu sekarang? Kau berada di Velmora, di tengah para pemberontak dan bajak laut. Dan sekarang kau di sini, di pulau yang menjadi pusat para Assassin. Apa yang kau cari?”
Rovan mengambil napas panjang. “Saya... mencari tujuan. Saya pernah menjadi pengrajin senjata yang dihormati di komunitas saya, tetapi semuanya berubah. Perang, konflik... semuanya menghancurkan kehidupan lama saya. Saya juga berkelana dengan Dariel, dengan ambisi menghancurkan kekuasaan Thalvinar. Dan sekarang, saya hanya mencoba menemukan tempat saya di dunia ini.”
Zorath tersenyum hangat. “Itu adalah perjalanan yang panjang, Rovan. Tapi aku melihat potensi dalam dirimu. Bagaimana jika aku memberimu pilihan?”
“Pilihan?” tanya Rovan.
Zorath mengangguk. “Kau bisa tinggal di sini, bersama kami. Menjadi bagian dari Elang Langit. Atau, jika kau lebih memilih kebebasan, aku bisa menghubungkanmu dengan bangsa Viking. Mereka selalu mencari orang-orang berbakat sepertimu untuk membantu mereka mengembangkan teknologi senjata mereka.”
Rovan terdiam, mempertimbangkan pilihan itu dengan serius. Ia tahu bahwa keputusan ini akan menentukan masa depannya.
“Aku akan memikirkannya,” jawabnya akhirnya.
Zorath mengangguk, menghormati keputusan Rovan untuk tidak terburu-buru. “Ambil waktu yang kau butuhkan. Pintu kami selalu terbuka untukmu.”
Beberapa hari berlalu, dan Rovan sekarang berada di Tavern. Penginapan sekaligus bar yang nyaman bagi dirinya. Di sebuah sudut Tavern di markas Elang Langit, Rovan duduk sendirian dengan sebuah mug besar berisi bir di depannya. Tempat itu ramai dengan suara gelak tawa para Assassin yang sedang bersantai setelah menjalankan tugas harian mereka. Meski wajah Rovan tampak tenang, pikirannya penuh dengan pertimbangan. Tawaran Zorath beberapa hari lalu terus berputar-putar di kepalanya.
Tavern di Orivale ini berbeda dari yang biasa ia kunjungi di Velmora. Tidak ada kegaduhan liar dari para bajak laut atau perkelahian yang meledak kapan saja. Tempat ini lebih tertata, meski masih menyimpan suasana santai. Assassin dari berbagai generasi berkumpul di sini, berbicara tentang misi atau sekadar bercanda.
“Rovan!” sebuah suara memanggil.
Rovan menoleh dan melihat seorang Assassin muda, dengan rambut cokelat kusut dan senyum lebar di wajahnya. Namanya Calem, salah satu Assassin Elang Langit yang cukup sering berinteraksi dengannya sejak ia tiba di pulau itu.
“Kau duduk sendirian lagi?” Calem duduk tanpa menunggu undangan, meletakkan mug birnya di meja. “Kau seperti patung. Apa yang ada di pikiranmu, dwarf?”