Assassins Journey : Blade Of Vengeance

Rivandra Arcana
Chapter #37

Bayangan Perang Yang Mendekat #37

Malam di hutan Nusantara terasa tenang, hanya diiringi oleh suara jangkrik dan sesekali desir dedaunan yang tersapu angin. Dariel duduk di atas dahan pohon besar, tubuhnya disandarkan santai pada batang pohon yang kokoh. Cahaya bulan menyelinap di antara celah-celah dedaunan, menerangi sebagian wajahnya yang serius menatap senjata baru di tangannya.

Senjata itu terlihat seperti perangkat kecil yang melekat di lengan kirinya, serupa dengan hidden blade, tetapi dengan mekanisme unik. Ketika Dariel menggerakkan pergelangan tangannya ke arah tertentu, senjata itu memancarkan suara kecil klik, dan sebuah karambit meluncur keluar, langsung pas dalam genggamannya.

"Senjata ini... sempurna," gumam Dariel pada dirinya sendiri. "Cepat, efektif, dan mudah disembunyikan."

Ia melompat turun dari dahan setinggi lima meter itu, mendarat tanpa suara di atas tanah berumput. Dengan cekatan, Dariel mencoba mekanisme karambit tersembunyi itu lagi. Kali ini ia mengayunkannya ke udara, menciptakan suara mendesing. Gerakannya begitu lancar, seolah senjata itu menjadi bagian dari tubuhnya.

Namun, Dariel masih belum puas. Ia memutuskan untuk menguji senjata ini lebih jauh, mencari pohon besar dengan kulit yang keras untuk menjadi sasaran latihan.

Di sebuah tempat terbuka di tengah hutan, Dariel berdiri tegak, karambit tersembunyi sudah aktif di tangan kirinya. Dengan satu gerakan cepat, ia melempar karambit ke arah batang pohon besar di depannya. Bilah melengkung itu melesat dengan akurasi tinggi dan menancap dalam di kulit pohon.

Senyum kecil menghiasi wajahnya. “Akurasi lumayan. Tapi butuh lebih banyak latihan.”

Ia menghampiri pohon itu, menarik karambitnya, lalu kembali ke posisi awal. Kali ini ia mencoba simulasi serangan. Dengan gerakan gesit, ia berlari ke arah pohon, melompat, lalu memutar tubuhnya di udara sambil mengayunkan karambit. Pisau itu menebas kulit pohon, menciptakan bekas yang dalam sebelum Dariel mendarat sempurna.

“Satu gerakan lagi,” katanya sambil mengambil napas panjang. Ia mundur beberapa langkah, lalu berlari ke arah pohon yang sama. Kali ini, saat mendekati pohon, ia memanfaatkan cabang rendah sebagai pijakan, melompat lebih tinggi, dan menusukkan karambit ke batang pohon sambil bergelayut menggunakan kekuatannya.

“Lumayan,” Dariel berkata sambil mengamati luka yang dibuat pisau itu. "Tapi kalau ini melawan manusia, aku harus lebih cepat."

Tak jauh dari lokasi itu, Wira dan Adra sedang mengintip dari balik semak-semak, mencoba menahan tawa. Wira, yang memang dikenal jahil, akhirnya tak tahan dan bersuara, “Hei, Dariel! Apa kau sedang berkencan dengan pohon?”

Dariel tersentak, tubuhnya tegang. Ia dengan cepat mengayunkan tubuhnya dan berbalik ke arah suara. Matanya langsung mendapati Wira dan Adra yang sudah berdiri dengan senyum penuh godaan.

“Kenapa kalian di sini?” Dariel mendesah sambil menyembunyikan senjatanya.

“Ya, tentu saja untuk melihat aksi rahasia pria penyendiri yang selalu menghilang setelah latihan,” kata Adra sambil tertawa kecil. “Dan, wow, sepertinya kau benar-benar sibuk.”

Wira melangkah mendekat, menepuk bahu Dariel. “Jadi, apa nama senjata itu? Karambit sakti? Atau... mungkin ‘Pisau Pembantai Pohon’?”

Dariel menghela napas panjang. “Ini karambit tersembunyi. Senjata baru yang kupikirkan untuk misi mendatang. Tidak ada hubungannya dengan membantai pohon.”

Adra mengangguk penuh rasa ingin tahu. “Menarik. Tapi kenapa karambit? Bukannya hidden blade biasa sudah cukup?”

Lihat selengkapnya