Assassins Journey : Blade Of Vengeance

Rivandra Arcana
Chapter #45

Medan Perang #45

Di tengah pusat kota Thalvinar, peperangan antara para Assassin dan pasukan penyihir kerajaan terus berkecamuk. Langit mulai gelap, namun medan perang terbakar oleh api perang dan ledakan sihir yang menggetarkan tanah.

Para Assassin bergerak cepat di antara reruntuhan bangunan, menghindari serangan sihir yang datang dari segala arah. Namun, meski mereka memiliki kecepatan dan kelincahan, kekuatan mereka tetap bagaikan langit dan bumi jika dibandingkan dengan penyihir Thalvinar yang terus mengerahkan sihir mematikan.

Di tengah kekacauan itu, Darius sedang menghindari rentetan bola api yang menghujani jalanan. Tubuhnya berputar dengan lincah, menghindari serangan sebelum ia melompat ke atap bangunan yang separuh runtuh.

"Sial, kita tidak bisa bertahan seperti ini terus!" teriak Darius sambil mengayunkan pedangnya untuk memantulkan proyektil sihir yang hampir menembus lehernya. "Tidak ada bala bantuan! Kita kalah jumlah, dan mereka lebih kuat. Kita harus mundur!"

Seorang Assassin muda mengertakkan giginya. "Mundur? Kita sudah sejauh ini! Kita tidak bisa menyerah begitu saja!"

Namun, sebelum Darius bisa menjawab, tiba-tiba langit menyala oleh semburan kilat ungu yang ditembakkan oleh para penyihir kerajaan. Sihir itu meledak di tengah jalan, menghancurkan puing-puing bangunan dan membuat beberapa Assassin terpental.

Darius menatap kejadian itu dengan wajah serius. "Dengar, Kita Assassin, kita bukan prajurit biasa. Jika kita mati di sini tanpa tujuan, kita hanya akan jadi abu dalam sejarah. Kita harus mundur dan menyusun strategi baru!"

Assassin muda itu mengepalkan tinjunya, tapi akhirnya mengangguk. "Baik. Tapi ke mana kita akan mundur?"

Dari kejauhan, terdengar suara Reylis, salah satu anggota Serigala Bulan. "Ke hutan pantai! Kita berkumpul di sana!"

Darius mengangguk cepat. "Kalian dengar bocah itu! Semua Assassin, mundur ke hutan dekat pantai! Sekarang!"

Para Assassin yang tersisa mulai berlari mundur, menghindari serangan sihir yang terus mengejar mereka. Beberapa Assassin yang terluka dibantu oleh rekan-rekan mereka, sementara yang lain masih harus bertarung sambil mundur.

Di antara mereka, Aika bergerak di antara bayangan, menebas leher seorang penyihir dengan belatinya sebelum menghilang kembali ke kegelapan.

"Aika, cepat! Kita mundur!" seru Darius saat melihatnya.

Aika menatapnya sejenak dengan ekspresi dingin, lalu mengangguk sebelum menghilang ke dalam bayangan lagi.

Di sisi lain, Ragnar dan beberapa Assassin dari asal yang beragaam menahan garis belakang, memastikan semua Assassin bisa mundur dengan selamat.

"Jaga punggungmu, bro!" seru seorang Assassin Burung Hantu.

Darius hanya menyeringai. "Aku selalu menjaga punggungku sendiri!"

Dengan satu gerakan cepat, Darius melemparkan tombak pendek ke arah seorang penyihir, menembus dadanya sebelum dia bisa melantunkan mantra.

Namun, musuh semakin banyak. Para penyihir mulai membentuk formasi, menciptakan lingkaran sihir besar di udara yang mulai bersinar dengan cahaya merah mengerikan.

Darius yang melihatnya langsung berteriak. "Mereka akan mengeluarkan serangan besar! Kita harus pergi sekarang!"

Semua Assassin mempercepat langkah mereka, berlari menuju hutan yang berada di dekat pantai.

Begitu mereka masuk ke dalam hutan, bayangan pepohonan mulai menyembunyikan mereka dari pandangan musuh. Para penyihir Thalvinar mencoba mengejar, tetapi sebagian besar tidak berani masuk lebih dalam ke hutan karena hutan adalah medan khas para Assassin.

Lihat selengkapnya