Assassins Journey : Blade Of Vengeance

Rivandra Arcana
Chapter #52

Freedoa #52

Angin malam berembus pelan, membawa aroma tanah basah yang masih tersisa setelah hujan. Di luar pondok kecil tempat Dariel dirawat, bulan menggantung samar di langit gelap, memandikan dunia dengan cahaya peraknya yang pucat.

Suara langkah kaki menggema di luar. Dariel menoleh ke arah pintu, merasa waspada. Meski tubuhnya masih lemah, naluri bertarungnya tidak pernah hilang.

Pintu kayu itu berderit terbuka.

Dua sosok berdiri di ambang pintu. Salah satunya adalah seorang wanita dengan rambut panjang hitam yang ia kenal betul, Selene.

Di sampingnya, seorang pria bertubuh pendek dengan armor ringan dan sabuk peralatan. Tapi ada sesuatu yang berbeda pada dirinya. Wajah yang dulu penuh percaya diri itu kini membawa bekas luka mendalam, dan yang paling mencolok, mata kirinya telah hilang.

Dariel menegang. “Rovan…”

Dwarf itu menyeringai kecil, tetapi lelah tergambar jelas di wajahnya. “Huh, akhirnya kau bangun, bocah.”

Selene melangkah masuk lebih dulu, diikuti Rovan.

“Sudah cukup lama kau tertidur,” kata Selene dengan nada ringan, tetapi matanya menyimpan emosi yang lebih dalam.

Dariel menatap mereka berdua, lalu pandangannya kembali tertuju pada Rovan. “Matamu…”

Rovan menghela napas, lalu tersenyum masam. “Harga yang harus dibayar agar aku tetap hidup.”

Dariel mengepalkan tangan kanannya, sementara tangan kirinya yang hilang terasa seperti terbakar oleh kenyataan pahit.

Selene bersedekap dan bersandar di dinding. “Banyak yang terjadi selama kau pingsan, Dariel. Dunia yang kau tinggalkan bukanlah dunia yang sama saat ini.”

Dariel menelan ludah. “Ceritakan padaku.”

Saat itu juga, seseorang yang lain masuk ke dalam ruangan. Seorang pria bertubuh tegap dengan jubah usang yang menutupi sebagian besar wajahnya.

Kaelen.

Dariel menajamkan tatapannya, lalu mengangguk.

Kaelen berjalan ke tengah ruangan dan menarik kursi, duduk dengan tenang. “Aku akan menjelaskannya.”

Ia menarik napas dalam, seolah mencoba merangkai kata-kata yang tepat.

“Setelah Kaedric menghancurkan Sacred Artifact, sesuatu yang tidak pernah kami duga terjadi.”

Kaelen menatap Dariel lekat-lekat.

“Makhluk aneh muncul dari Distorsi sihir.”

Darah Dariel seketika membeku. “…Makhluk itu,” katanya pelan, “bagaimana bentuk mereka?”

Kaelen mengangguk, seolah telah menebak bahwa Dariel akan bertanya hal itu.

“Mereka tinggi, lebih besar dari manusia, memiliki tubuh berwarna abu-abu kebiruan, dan mata hitam pekat yang seakan menyerap cahaya.”

“…Sial,” gumam Dariel.

Ia sudah tahu jawabannya.

Makhluk itu adalah ras Moku.

Kaelen melanjutkan. “Kami semua dipaksa bertahan mati-matian. Assassin yang tersisa, Viking, bahkan beberapa sisa pasukan Thalvinar, kini Freedoa turut bertarung. Mereka bukan makhluk biasa. Butuh lebih dari sekadar pedang dan panah untuk membunuh mereka.”

Rovan terkekeh pahit. “Aku kehilangan mata karena salah satu dari mereka. Makhluk itu memiliki refleks yang mengerikan. Jika bukan karena Bjorn menyerang dari belakang, aku sudah jadi bangkai.”

Selene menatap Dariel dengan sorot serius. “Kami berhasil mengalahkan mereka, tapi dengan harga yang sangat mahal.”

Lihat selengkapnya